BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Sigmund Freud merupakan salah satu tokoh dalam
disiplin ilmu kepribadian yang melahirkan teori-teori dikarenakan pengalaman
pribadinya semasa kecil. Teori yang dikembangkannya itu menjadi kontroversi
diantara beberapa ahli lainnya. Namun begitu, pemikiran Freud ini juga banyak
menjadi dasar teori kepribadian selanjutnya.
Freud dipandang sebagai teoretis psikologi pertama
yang memfokuskan perhatiannya kepada perkembangan kepribadian. Dia berpendapat
bahwa masa anak (usia 0-5 tahun) atau usia pregenital mempunyai peranan yang
sangat dominan dalam membentuk kepribadian atau karakter seseorang. Karena
sangat menentukannya masa ini, dia berpendapat bahwa “The child is the father of man” (anak adalah ayah manusia).
Berdasarkan hal ini, maka pada masalah kejiwaan pada usia selanjutnya
(khususnya usia dewasa), faktor penyebabnya dapat ditelusuri pada usia
pregenital ini.[1]
Apabila diperhatikan maka perkembangan kepribadian
seorang manusia menurut teori Freud ini, benar-benar harus fokus dalam
pengolahan karakter atau kepribadian ketika manusia itu masih kecil. Ini tentu
ada benarnya, sebab pada usia-usia yang dimaksudkan oleh Freud, anak memiliki
potensi untuk menyerap segala sesuatu yang ada di sekitarnya secara lebih cepat
dan itu akan menjadi referensinya dalam melakukan tindakan berikutnya.
Begitu pentingnya pemerhatian yang harus
diberikan kepada seorang manusia pada usia-usia tertentu, membuat penulis yakin
bahwa uraian yang akan diungkap dalam makalah ini mempunyai manfaat besar. Hal
itu dikarenakan kehidupan manusia yang dengan banyak macam karakter di
sekitarnya, dari yang paling baik bahkan sampai yang paling buruk, yang
dipengaruhi karena orang lain di sekitarnya. Adapun uraian-uraiannya seputar
tahap-tahap perkembangan psikoseksual menurut Freud seperti oral, anal, phallik, Latensi dan Genital.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di
atas, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Apakah
yang dimaksud perkembangan kepribadian menurut Freud?
2. Bagaimanakah
tahap-tahap perkembangan psikoseksual Freud?
C. Tujuan Penulisan
Makalah
Dari rumusan masalah di atas, adapun tujuan
penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk
mengkaji tentang makna perkembangan kepribadian menurut Freud; dan
2. Untuk
mendeskripsikan tentang tahap-tahap perkembangan psikoseksual Freud.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Makna
Perkembangan Kepribadian Menurut Freud
Kepribadian merupakan suatu hal yang sangat penting
bagi manusia sebagai individu. Hal ini disebabkan karena kepribadian seseorang
terkadang menentukan posisi dan kedudukannya di masyarakat. Berkenaan dengan
hal tersebut Ngalim Purwanto menjelaskan bahwa sifat-sifat jasmani yang ada
pada setiap orang ada yang diperoleh dari keturunan dan ada pula yang merupakan
pembawaan anak/orang itu masing-masing. Keadaan fisik yang berlainan itu
menyebabkan sikap dan sifat-sifat yang berbeda-beda pula.[2]
Namun, dalam uraian ini pembahasan akan terfokus
kepada seperti apa pemikiran Freud mengenai kepribadian dan perkembangan
kepribadian itu sendiri.
Sigmund Freud (1856-1939) merupakan pelopor teori
psikodinamika. Teori yang dikemukakan Freud berfokus pada masalah alam bawah
sadar, sebagai salah satu aspek kepribadian seseorang. Penekanan Freud pada
alam bawah sadar berasal dari hasil pelacakannya terhadap pengalaman-pengalaman
pribadi para pasiennya, di mana ditemukan bahwa peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi kehidupan pasien di masa-masa
selanjutnya. Impresinya terhadap pentingnya periode awal kehidupan manusia,
yang informasinya kemudian tertanam dalam alam bawah sadar, meyakinkannya bahwa
informasi dalam alam bawah sadar itu sangat penting, karena dari situlah muncul
berbagai gangguan emosi.[3]
Teori psikodinamika yang berarti “jiwa yang aktif”,
juga disebut oleh banyak orang sebagai teori psikoanalisis.[4] Pemikiran
Freud terhadap hal yang demikian itu sebagaimana disebutkan di atas lebih
dikarenakan pengalaman pribadinya dan para pasiennya. Demikian juga dengan
teori kepribadian dan psikoseksualnya, yang berkembang karena pengalaman masa
kecil dan berdampak pada masa selanjutnya.
Adapun makna perkembangan kepribadian menurut Freud
adalah “Belajar tentang cara-cara baru untuk mereduksi ketegangan (tension reduction) dan memperoleh
kepuasan”. Ketegangan itu terjadi bersumber kepada empat aspek yaitu:
1. Pertumbuhan
fisik. Seperti peristiwa menstruasi dan mimpi pertama dapat menimbulkan aspek
psikologis dan juga ada tuntutan baru dari lingkungan (seperti dalam berpakaian
dan bertingkah laku).
2. Frustrasi.
Orang yang tidak pernah frustasi tidak akan berkembang. Jika anak dimanja (over protection) tidak akan berkembang
rasa tanggung jawab dan kemandiriannya.
3. Konflik.
Ini terjadi antara id, ego dan superego. Apabila individu dapat mengatasi
setiap konflik yang terjadi di antara ketiga komponen kepribadian tersebut,
maka dia akan mengalami perkembangan yang sehat.
4. Ancaman.
Lingkungan, di samping dapat memberikan kepuasan kepada kebutuhan atau dorongan
instink individu, juga merupakan sumber ancaman baginya yang dapat menimbulkan
ketegangan. Apabila individu dapat mengatasi ancaman yang dihadapinya, makan dia
akan mengalami perkembangan yang diharapkan.[5]
Faktor lain yang
mempengaruhi perkembangan kepribadian menurut Freud adalah kematangan.
Kematangan menurutnya adalah pengaruh asli dari dalam diri. Sedangkan
ketegangan dapat timbul karena empat aspek di atas dan upaya mengatasi
ketegangan ini dilakukan individu dengan identifikasi, sublimasi dan mekanisme
pertahanan ego.[6]
Perkembangan kepribadian berlangsung melalui
tahapan-tahapan perkembangan psikoseksual yaitu tahapan periode perkembangan
seksual yang sangat mempengaruhi kepribadian masa dewasa. Freud berpendapat
bahwa perkembangan kepribadian manusia sebagian besar ditentukan oleh
perkembangan seksualitasnya. Keeratan antara seks dengan kepribadian ini
dikemukakan juga oleh Masters dan Johnson yang mengatakan bahwa seksualitas
adalah dimensi dan pernyataan dari kepribadian.[7]
Menurut model perkembangan Freud, di antara
kelahiran dan usia 5 tahun (usia balita), anak mengalami tiga tahap
perkembangan yaitu oral, anal dan phallik.
Ketiga tahap ini disebut juga masa pragenital. Setelah usia 5 tahun tahap laten dan genital (sudah muncul dorongan seksual).[8]
Jadi, makna
perkembangan kepribadian menurut Freud adalah belajarnya individu dalam setiap
tahap perkembangannya dalam mengatasi kematangan dan ketegangan yang
dialaminya. Adapun tahapan perkembangan menurut Freud disebut tahapan-tahapan
perkembangan psikoseksual Freud.
B. Tahap-Tahap
Perkembangan Psikoseksual Freud
Tahap-tahap
perkembangan psikoseksual menurut Freud yaitu oral, anal, phallik, laten dan genital.
1. Tahap Oral (Oris = Mulut)
Fase oral adalah fase perkembangan yang
terjadi pada tahun pertama dari kehidupan individu.
Pada fase ini daerah erogen yang paling peka adalah mulut,
yang berkaitan dengan pemuasan kebutuhan pokok seperti makanan dan air.
Rangsangan yang terjadi pada mulut adalah pada saat menghisap makanan atau
minumannya. Fase oral berakhir saat bayi tidak lagi memperoleh asupan gizi
secara langsug dari ibunya.[9]
Hal itu juga
dijelaskan oleh Syamsu dan Achmad bahwa Tahap oral adalah
periode bayi yang masih menetek yang seluruh hidupnya masih bergantung pada
orang lain. Pada masa ini libido didistribusikan ke daerah oral sehingga
perbuatan menghisap dan menelan menjadi metode utama untuk mereduksi ketegangan
dan mencapai kepuasan (kenikmatan). Karena mulut menjadi sumber kenikmatan
erotis, maka anak akan menikmati peristiwa menetek pada ibunya dan juga
memasukan segala jenis benda ke dalam mulutnya, termasuk jempolnya sendiri.
Ketidakpuasan pada masa oral (seperti disapih dan
kelahiran adiknya) dapat menimbulkan gejala
regresi (kemunduran) yaitu berbuat seperti bayi atau anak yang sangat
bergantung kepada orang tuanya atau banyak tuntutan yang harus dipenuhi dan
juga gejala perasaan iri hati (cemburu).
Reaksi dari kedua gejala tersebut dapat dinyatakan dalam beberapa tingkah,
seperti: menghisap jempol, mengompol, membandel dan membisu seribu bahasa.
Di samping itu ketidakpuasan ini akan berdampak
kurang baik bagi perkembangan kepribadian anak, seperti: merasa kurang aman,
selalu meminta perhatian orang lain atau egosentris. Sama halnya dengan anak
yang tidak mendapat kepuasan, secara berlebihan pun ternyata berdampak kurang
baik terhadap perkembangan kepribadiannya. Dia akan menampilkan pribadi yang
kurang mandiri (kurang bertanggung jawab), bersikap rakus dan haus perhatian
atau cinta orang lain. Menurut Freud, fiksasi pada tahap ini dapat membentuk
sikap obsesif yaitu makan dan merokok pada kehidupan berikutnya (masa remaja
dan dewasa). Pada tahap ini juga dorongan agresi
sudah mulai berkembang.[10]
2. Tahap Anal (Anus = Dubur)
Tahap ini berada pada usia kira-kira 2
sampai 3 tahun. Pada tahap ini libido terdistribusikan ke daerah anus. Anak akan mengalami ketegangan, ketika duburnya
penuh dengan ampas makanan dan peristiwa buang air besar yang dialami oleh anak
merupakan proses pelepasan ketegangan dan pencapaian kepuasan, rasa senang atau
rasa nikmat. Peristiwa ini disebut erotic
anal.
Setelah melewati masa penyapihan, anak
pada tahap ini dituntut untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan orang tua
(lingkungan), seperti hidup bersih, tidak mengompol, tidak buang air (kecil
atau besar) sembarangan. Orang tua mengenalkan tuntutan tersebut melalui
latihan kebersihan (toilet training), yaitu
usaha sosialisasi nilai-niai sosial pertama yang sistematis sebagai upaya untuk
mengontrol dorongan-dorongan biologis anak. Ada beberapa kemungkinan cara orang
tua memberika latihan kebersihan ini, yaitu: sikap keras, sikap selalu memuji
dan sikap pengertian. Ketiga cara tersebut memberikan dampak tersendiri
terhadap perkembangan anak. Untuk mengetahui dampak tersebut dapat dilihat pada
tabel berikut.[11]
TABEL
3.3
Cara Pelatihan Orang Tua dan Dampaknya
Terhadap Kepribadian Anak
Cara
Pelatihan
|
Dampak
|
A.
Sikap Keras
(Sering menghukum)
|
1.
Bersikap
berlebihan dalam ketertiban atau kebersihan
2.
Bersikap kikir
3.
Stereotif-kurang
kreatif
4.
Bersikap
kejam/keras/sikap memusuhi
5.
Penakut
6.
Bersikap kaku
|
B.
Selalu Memuji
|
1.
Selalu ingin
dipuji
2.
Kurang Mandiri
(Manja)
|
C.
Sikap
Pengertian
|
1.
Mampu
berdaptasi atau menyesuaikan diri
2.
Egonya
berkembang dengan wajar
|
3. Tahap Phallik (Phallus = Dzakar)
Tahap ini berlangsung kira-kira usia ini anak mulai memperhatikan
atau senang memainkan alat kelaminnya sendiri. Dengan kata
lain, anak sudah mulai bermansturbasi, mengusap-usap atau memijit-mijit organ
seksualnya sendiri yang menghasilkan kepuasan atau rasa senang.
Pada
masa ini terjadi perkembangan berbagai aspek psikologis, terutama yang terkait
dengan iklim kehidupan sosiopsikologis keluarga atau perlakuan orang tua kepada
anak. Pada tahap ini, anak masih bersikap “selfish”
sikap memementingkan diri sendiri, belum berorientasi keluar, atau
memperhatikan orang lain. Perkembangan gejala-gejala psikologis tersebut, baik
pada anak wanita maupun pria dapat dilihat pada table berikut.
TABEL 3.4
Gejala
|
Pengertian
|
Keterangan
|
Anak wanita iri hati
Dzakar
(Penis Envy)
|
Sikap cemburu
terhadap kelamin laki-laki, karena yang dimilikinya berbeda dengan yang
dimiliki anak laki-laki. Dengan kata lain, dia cemburu kepada laki-laki,
karena dia tidak memiliki penis seperti yang dimiliki laki-laki. Dia merasa
tidak senang atau mencela anatominya sendiri, karena dipandang “deficiency”
(ada kekurangan).
|
Apabila ibunya bersikap
ramah atau penuh kasih sayang, maka gejala ini mudah terselesaikan. Namun
apabila sebaliknya, maka anak akan sulit untuk memainkan peranannya sebagai
wanita, dan dia akan memprotes kewanitaanya.
|
Masculine
Protest
|
Protes terhadap
kondisinya sebagai wanita, sehingga dia lebih senang berperan sebagai anak
laki-laki, bersikap keras, dan senang memainkan anak laki-laki.
|
Kondisi ini terjadi,
apabila lingkungan (orang tua) bersikap merendahkan anak wanita. Mungkin juga
karena ibu sebagai figure untuk diidentifikasi, penampilannya kurang feminim.
|
Electra
Complex
|
Sikap anak wanita
yang mencintai, menyayangi, atau simpati kepada ayahnya. Gejala ini terkait
dengan fakta, bahwa anak wanita tidak memiliki penis
|
Kondidi ini terjadi,
karena ibunya bersikap keras, sementara ayahnya bersikap menyayanginya
(akrab)
|
Anak laki-laki
Oedipus
Complex
|
Perasaan cinta (kemenarikan
seksual) kepada ibu, dan sikap memusuhi ayah (karena dipandang sebagai
pesaingnya). Oedipus ini adalah nama yang diambil dari drama Yunani kuno,
yang menceritakan raja Oedipus (yang terpisah dari orang tuanya sejak dilahirkan),
tanpa diketahuinya, dia mengawini ibunya sendiri (bandingkan dengan legenda
sangkuriang). Oedipus Complex ini
melahirkan sikap ambivalensi pada anak (konflik internal), yaitu sikap
mendua, antara membenci ayah dengan keinginan mengidentifikasikan dirinya
kepada ayah sebagai tokoh yang mempunyai otoritas di rumah tangga.
|
Gejala ini terjadi
karena (1) ibunya sejak kecil mengurusnya dengan penuh kasih sayang, (2) ayah
jarang di rumah, dan (3) ayah terlalu keras dan kurang memberikan kasih
sayang. Gejala Oedipus ini (sikap memusuhi
ayah) menyebabkan anak merasa bersalah kepada ayahnya, maka untuk
mengatasinya, anak mengidentifikasikan dirinya kepada ayah. Kemampuan
mengatasi konflik ini merupakan perkembangan psikoseksual yang sehat. Freud
menduga bahwa tanpa identifikasi, maka anak akan mengalami hambatan dalam
perkembangannya, terutama dalam mengembangkan superegonya.
|
Castration
Anxiety
|
Kecemasan atau
ketakutan anak akan perbuatan ayahnya untuk memotong (menyunat) penisnya,
gara-gara dia memusuhi ayahnya. Gejala ini muncul sebagai dampak dari oedipus complex
|
Untuk mengatasinya,
anak mengidentifikasikan dirinya kepada ayah.
|
Agar perkembangan anak pada tahap ini dapat berjalan
dengan baik, tidak mengalami hambatan, maka seyogianya orang tua memperhatikan
hal-hal berikut:
a. Orang
tua memelihara keharmonisan keluarga.
b. Ibu
memerankan dirinya sebagai seorang feminim, bersikap ramah, gembira dan
memberikan kasih sayang.
c. Ayah
mampu memerankan dirinya sebagai figure yang menerapkan prinsip realitas dalam
menghadapi segala masalah hidup, tanpa melarikan diri dari masalah atau
bertindak berlebih-lebihan.
d. Ayah
dan ibu memiliki komitmen yang tinggi dalam mengamalkan nilai-nilai agama yang
dianutnya.
e. Ayah
bersikap demokratis, penuh perhatian, akrab dengan anak dan tidak munafik.[12]
Untuk menjelaskan ketiga tahapan di atas Freud
menggunakan istilah erogenous zones artinya
daerah kenikmatan seksual, untuk menunjukkan tiga bagian tubuh yaitu mulut,
dubur dan alat kelamin, sebagai daerah yang mengalami kenikmatan khusus yang
sangat kuat dan memberikan kualitas pada setiap tahap perkembangan. Pada setiap
tahap perkembangan, anak merasakan kenikmatan tertentu pada daerah tersebut dan
selalu berusaha mencari objek ataupun melakukan kegiatan yang dapat memuaskan.
Tetapi pada saat yang sama muncul konflik dengan tuntutan-tuntutan realitas
yang harus diatasi.[13]
4. Tahap Latensi
Tahap latensi berkisar antara usia 6
sampai 12 tahun (masa sekolah dasar). Tahap ini merupakan masa tenang seksual, karena segala sesuatu yang
terkait dengan seks dihambat atau didepres (ditekan). Dengan kata lain masa ini
adalah periode tertahannya dorongan-dorongan seks dan agresif. Selama masa ini,
anak mengembangkan kemampuannya bersublimasi
(seperti mengerjakan tugas-tugas sekolah, bermain olah raga dan
kegiatan-kegiatan lainnya) dan mulai menaruh perhatian untuk berteman (bergaul
dengan orang lain).
Mereka belum mempunyai perhatian khusus kepada lawan
jenis (bersikap netral) sehingga dalam bermainpun anak laki-laki akan
berkelompok dengan anak laki-laki lagi, begitupun anak wanita. Bahkan anak
merasa malu apabila anak disuruh duduk sebangku dengan teman lawan jenisnya
(seperti anak laki-laki sebangku dengan wanita dan sebaliknya).
Tahap ini dipandang sebagai masa perluasan kontak
sosial dengan orang-orang di luar keluarganya. Oleh karena itu proses
identifikasi pun mengalami perluasan atau pengalihan objek. Yang semula objek
identifikasi anak adalah orang tua, sekarang meluas kepada guru, tokoh-tokoh
sejarah atau para bintang (seperti film, musik dan olah raga).[14]
5. Tahap Genital
Tahap ini dimulai sekitar usia 12 atau 13
tahun.
Pada masa ini anak sudah masuk usia remaja. Masa ini ditandai dengan matangnya organ reproduksi anak. Pada periode ini,
instink seksual dan agresif menjadi. Anak mulai mengembangkan motif untuk
mencintai orang lain atau mulai berkembangnya motif altruis (keinginan untuk memperhatikan kepentingan orang lain).
Motif-motif ini mendorong anak (remaja) untuk
berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dan persiapan untuk memasuki dunia
kerja, pernikahan dan berkeluarga. Masa ini ditandai dengan proses pengalihan
perhatian, dari mencari kepuasan atau kenikmatan sendiri (yang bersifat
kekanak-kanakan atau selfish) kepada
kehidupan sosial orang dewasa dan berorientasi kepada kenyataan (prinsip realitas)
atau sikap altruis.
Kelima tahapan perkembangan di atas secara ringkas
dapat digambarkan sebagai berikut.
TABEL 3.5
Tahapan Perkembangan Menurut Freud
Tahapan
|
Usia
|
Pusat
Erotis
|
Pengalaman
atau Tugas Kunci
|
Oral
|
0-1
Tahun
|
Mulut
|
Penyapihan
dari menyusu
|
Anal
|
1-3
Tahun
|
Anus
|
Toilet Training
|
Phallik
|
3-5
Tahun
|
Penis
|
Identifikasi
kepada model-model peranan orang dewasa dan mengatasi krisis oedipal
|
Latensi
|
6-12
Tahun
|
Tidak
ada
|
Memperluas
kontak sosial
|
Genital
|
12
Tahun ke Atas
|
Genital
|
Membangun
hubungan yang lebih intim (akrab) dan memberikan kontribusi kepada masyarakat
melalui bekerja
|
Tahapan perkembangan psikoseksual akan memberikan
dampak yang beragam bagi perkembangan karakter atau kepribadian individu pada
masa dewasanya. Apabila dapat melalui semua tahapan tersebut secara mulus, maka
dia cenderung akan memiliki kepribadian yang sehat. Namun, apabila sebaliknya,
cenderung akan mengalami gejala tingkah laku mala suai (maladjustment) atau neurotic
(gangguan jiwa). Menurut Freud indikator dari karakter atau pribadi yang sehat
adalah kemampuan untuk memperoleh kenikmatan atau kesenangan dalam bercinta
(hubungan sosial) dan bekerja.[15]
Keterkaitan antara karakter orang dewasa dengan
perkembangan psikoseksual dapat digambarkan sebagai berikut.
TABEL 3.6
Keterkaitan Karakter dengan Perkembangan
Psikoseksual
Tahapan
|
Perpanjangan
ke Masa Dewasa
|
Sublimasi
|
Formasi
Reaksi
|
Oral
|
Merokok,
makan, minum, ciuman, memelihara kesehatan mulut dan mengunyah
|
Mencari
ilmu, senang humor dan sarkasme
|
Sangat
hati-hati dalam berbicara, pengikut model, tidak senang susu dan senang
memberikan larangan
|
Anal
|
Penampilan
yang tidak keruan dan senang berlama-lama ketika berak
|
Senang
melukis, memahat, senang member hadiah, berminat sekali terhadap statistik
|
Sangat
muak dengan berak, takut akan kotoran, lekas marah, sangat sopan santun
|
Phallik
|
Senang
bermasturbasi, bersifat genit dan senang mengekspresikan kejantanan
|
Senang
puisi, senang bercinta, berminat dalam bidang acting dan bersemangat mencapai sukses
|
Mempunyai
sikap yang teguh terhadap seks dan rendah hati
|
BAB
III
KESIMPULAN
A. Makna Perkembangan
Kepribadian Menurut Freud
Makna perkembangan kepribadian menurut
Freud adalah belajarnya individu dalam setiap tahap perkembangannya dalam
mengatasi kematangan dan ketegangan yang dialaminya. Adapun tahapan
perkembangan menurut Freud disebut tahapan-tahapan perkembangan psikoseksual
Freud.
B. Tahap-Tahap
Perkembangan Psikoseksual Freud
Tahap-tahap perkembangan psikoseksual Freud adalah
tahap oral, anal, phallik, laten dan genital.
Tahapan
|
Usia
|
Pusat
Erotis
|
Pengalaman
atau Tugas Kunci
|
Oral
|
0-1
Tahun
|
Mulut
|
Penyapihan
dari menyusu
|
Anal
|
1-3
Tahun
|
Anus
|
Toilet Training
|
Phallik
|
3-5
Tahun
|
Penis
|
Identifikasi
kepada model-model peranan orang dewasa dan mengatasi krisis oedipal
|
Latensi
|
6-12
Tahun
|
Tidak
ada
|
Memperluas
kontak sosial
|
Genital
|
12
Tahun ke Atas
|
Genital
|
Membangun
hubungan yang lebih intim (akrab) dan memberikan kontribusi kepada masyarakat
melalui bekerja
|
DAFTAR PUSTAKA
Desmita.
2012. Psikologi Perkembangan.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hambali,
Adang dan Ujam Jaenudin. 2013. Psikologi
Kepribadian (Studi atas Teori dan
Tokoh Psikologi Kepribadian). Bandung: Pustaka Setia.
Jaenudin,
Ujam. 2012. Psikologi Kepribadian.
Bandung: Pustaka Setia.
Purwanto,
Ngalim. 2007. Psikologi Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suryabrata,
Sumardi. 2008. Psikologi Kepribadian.
Jakarta: Rajawali Press.
Yusuf,
Syamsu dan Achmad Juntika Nurihsan. 2011. Teori
Kepribadian. Bandung: Remaja Rosdakarya.
[1] Syamsu Yusuf dan Achmad Juntika
Nurihsan, Teori Kepribadian,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 57.
[2] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007), hlm. 154.
[3] Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm.
39.
[4] Ujam Jaenudin, Psikologi Kepribadian, (Bandung: Pustaka
Setia, 2012), hlm. 23.
[5] Syamsu Yusuf dan Achmad Juntika
Nurihsan, 2011, Op.Cit., hlm. 57.
[6] Adang Hambali dan Ujam Jaenudin,
Psikologi Kepribadian (Studi atas Teori dan Tokoh Psikologi
Kepribadian), (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm. 61-62.
[7] Syamsu Yusuf dan Achmad Juntika
Nurihsan, 2011, Op.Cit., hlm. 58.
[8] Ibid.
[9] Sumardi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, (Jakarta:
Rajawali Press, 2008), hlm. 50
[10] Syamsu Yusuf dan Achmad Juntika
Nurihsan, 2011, Op.Cit., hlm. 58-59.
[11] Ibid., Syamsu Yusuf dan Achmad
Juntika Nurihsan, 2011, hlm. 59-60.
[12] Ibid., Syamsu Yusuf dan Achmad Juntika Nurihsan, 2011, hlm. 60-61.
[13] Desmita, Psikologi Perkembangan, 2012, Op.Cit.,
hlm. 41-42.
[14] Syamsu Yusuf dan Achmad Juntika
Nurihsan, 2011, Op.Cit., hlm. 63.
[15] Ibid., Syamsu Yusuf dan Achmad Juntika Nurihsan, 2011, hlm. 64-65.
0 comments:
Posting Komentar