Home » » Homeschooling (Sebuah Model Pembelajaran Alternatif dalam Pendidikan)

Homeschooling (Sebuah Model Pembelajaran Alternatif dalam Pendidikan)

                                                                    HOMESCHOOLING

(Sebuah Model Pembelajaran Alternatif dalam Pendidikan)
Oleh:

Rudini[1]

A.      Pendahuluan

Manusia merupakan makhluk berpikir, yang senantiasa melahirkan budaya dan pengetahuan. Kemampuan berpikir tingkat tinggi dengan pola dan ciri-ciri tertentu seperti sistematis, logis, radikal dan universal, yang dimiliki manusia disebut filsafat.[2] Oleh karena fasilitas akal yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia tidak dianugerahkan kepada makhluk lain, manusia senantiasa terus berkembang dengan pemikirannya dibandingkan makhluk Tuhan lainnya.

Salah satu hasil pemikiran manusia adalah homeschooling (Sekolah Rumah). Kemunculan gagasan ini dianggap sebagai suatu solusi baru dalam dunia pendidikan, untuk menegaskan kembali bahwa pendidikan itu memiliki makna yang sangat luas, sehingga dapat terjadi bukan hanya di sekolah melainkan juga di rumah.

Kemunculan homeschooling, menurut penulis bisa disebutkan sebagai respon atas pernyataan Paulo Freire yang mengatakan bahwa sistem pendidikan yang pernah dan mapan selama ini diumpamakan seperti sebuah “Bank” (banking concept of education), di mana peserta didik diberikan pengetahuan agar kelak ia akan mendapatkan hasilnya secara berlipat ganda.[3] Sistem pendidikan tersebut memandang bahwa guru merupakan subjek aktif dan peserta didik merupakan objek pasif. Hal ini tentu saja berlawanan dengan makna guru dan peserta didik yang berkembang saat ini. Sebab, baik guru maupun peserta didik merupakan individu aktif yang senantiasa mengembangkan potensinya.

 Di Indonesia, penyelenggaraan homeschooling dilatarbelakangi oleh berbagai alasan yaitu; homeschooling menyediakan waktu belajar yang lebih fleksibel dan memberikan keterampilan khusus.[4] Hal ini menyebabkan daya tarik orang untuk menyelenggarakan homeschooling semakin kuat, mengingat dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia pun hal itu dapat dilakukan. Oleh karenanya, penulis tertarik untuk menggali lebih dalam informasi tentang homeschooling ini.

B.       Sejarah dan Perkembangan Homeschooling

Gagasan mengenai homeschooling muncul sekitar abad 19. Awal mula muncul baik di Amerika Serikat maupun di Kanada dilatarbelakangi pemikiran tentang pendidikan keluarga yang sangat banyak dan beragam atau sangat luas dan multidimensi. Di antaranya penelitian terhadap 203 keluarga di Quebec tahun 2003 menyimpulkan bahwa motivasi mereka memilih pendidikan keluarga adalah keinginan membangun proyek percobaan pendidikan keluarga berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma yang dilaksanakan dalam keluarga, struktur organisasi dan sistem sekolah yang tidak sesuai dengan pandangan mereka, keinginan untuk melakukan pengayaan (enrichment) kurikulum dan keinginan untuk membangun lebih awal perkembangan sosio-afeksi terhadap anak-anak mereka.[5]

John Caldwell Holt merupakan tokoh yang disebut-sebut sebagai orang asal Amerika Serikat, yang pertama menyuarakan mengenai homeschooling pada kisaran tahun 1960.an. Hal yang mendasari pemikiran Holt ini adalah penyelenggaraan pendidikan formal yang tidak merata di tiap-tiap daerah. Namun, selain itu ada juga dorongan lain yaitu untuk memperkaya bentuk dan ragam pelaksanaan pendidikan khususnya bagi anak-anak yang berbakat atau memiliki potensi khusus.[6]

Selain itu, penyebab munculnya homeschooling adalah belum diwajibkannya sekolah umum. Pada tahun 1800, kondisi lingkungan tidak mendukung anak-anak belajar di sekolah umum, misalnya karena cuaca buruk, badai salju, banjir atau jauhnya jarak dari rumah ke sekolah karena transportasi masal belum ada.[7] Setelah globalisasi terjadi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk transportasi menjadi sangat pesat.[8] Sehingga, dunia pendidikan pun terkena dampaknya, yang menyebabkan semakin majunya pendidikan dan aksesnya pun menjadi semakin mudah.

Namun, perkembangan industri dan kemajuan transportasi tidak hanya memberikan dampak positif terhadap sekolah umum, melainkan juga dampak negatif. Pada tahun 1960 sampai 1970 banyak keluarga mulai kecewa terhadap penyelenggaraan sekolah umum. Akhirnya, mereka kembali cenderung memberikan pelajaran di rumah karena orang tua memiliki banyak waktu dan mempunyai pemahaman yang lebih baik tentang kebutuhan pendidikan anak mereka.[9]

Kemudian, alasan lain para orang tua ketika itu kembali kepada homeschooling adalah ketidakpuasan mereka terhadap sekolah umum yang tidak bisa memberikan pengetahuan dan pengalaman yang lebih dalam bidang agama. Sehingga mereka lebih memilih mendidik anak-anaknya di rumah masing-masing.[10]

Mengenai perkembangan homeschooling sendiri, Patricia Lines, seorang penulis asal Amerika Serikat, pada tahun 1985 melakukan penelitian dan mendapatkan hasil bahwa 50.000 anak mengikuti pendidikan di homeschooling, hal ini oleh seorang pakar dikatakan sebagai sesuatu yang tidak mungkin. Tetapi, justru pada tahun 1990 hasil penelitian Patricia sebagai seorang peneliti Departemen Pendidikan, menunjukkan bahwa jumlah anak yang mengikuti homeschooling sudah mencapai 250.000 sampai 300.000. Hasil survei tersebut berdasarkan tiga sumber yaitu; data dari agen pendidikan negara, distribusi paket kurikulum yang disebarkan kepada anak peserta homeschooling dan berdasarkan data dari Asosiasi homeschooling.[11]

Hal lain, yang bisa dijadikan dasar penyelenggaraan homeschooling adalah pernyataan John Locke yang mengatakan bahwa tujuan utama pendidikan adalah nilai-nilai (values) dan rumah merupakan tempat yang paling baik untuk menginternalisasi hal itu.[12]

Berdasarkan sejarah perkembangan homeschooling yang terjadi sangat pesat di Amerika, dapat dipahami bahwa terdapat tiga dasar yang melandasi penyelenggaraan homeschooling, yaitu dasar filosofis, dasar religiusitas dan dasar pedagogis. Dasar filosofis menyatakan bahwa peserta didik sebagai individu yang merdeka, bebas berperilaku, bebas mengemukakan pendapat, bebas membuat suatu keputusan, walaupun tentu saja ada batas-batasnya yaitu dibatasi oleh nilai-nilai atau norma-norma[13] yang berlaku.[14]

Dasar religiusitasnya adalah sekolah umum tidak memperhatikan moral dan agama. Sekolah umum bersifat sekuler karena lebih fokus pada penanaman dan pengembangan pengetahuan tentang realitas alam dan lingkungan yang sekuler dan kurang terfokus pada pengembangan moral dan agama. Sementara orang tua mengharapkan anak-anak mereka menjadi individu yang bermoral dan taat pada ajaran agama seperti agama yang dianut oleh orang tuanya.[15]

Sedangkan dasar pedagogisnya adalah orang tua kecewa terhadap kualitas hasil pendidikan sekolah umum. Menurut orang tua, sekolah umum hanya menghasilkan individu dengan pengetahuan yang bersifat teoritis, tidak aplikatif. Padahal, mereka menginginkan anak-anaknya mempunyai pengetahuan aplikatif yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.[16]  

 Dalam Islam, sebenarnya pendidikan keluarga memang sudah diyakini betul pertama dan paling utama, mengingat dikenal istilah al-‘Ummu Madrasah al-Ula (Ibu adalah sekolah pertama). Tentu saja orang tua merupakan pendidik yang pertama dan paling utama, sebab selain mereka lebih memahami anak-anaknya, juga merupakan tanggung jawab mereka sebagai orang tua mendidiknya. Oleh karenanya, adanya homeschooling bukan sesuatu yang harus diwaspadai ataupun dikhawatirkan, tetapi merupakan suatu hal yang wajar.

Namun, menjadi hal yang harus dibicarakan lagi apabila homeschooling adalah sebagai lembaga alternatif yang menggantikan peranan sekolah. Sehingga, perlu pengkajian mendalam lagi apa dan bagaimana homeschooling ini. Mengingat bahwa di sekolah terdapat kurikulum yang menjadi panduan dalam penyelenggaraannya, juga terdapat penilaian dan bentuk formalitas di dalamnya. Maka, penyelenggaraan homeschooling ini juga demikian atau tidak, tentu saja dibutuhkan informasi yang mendalam.

C.      Pengertian dan Karakteristik Homeschooling

Istilah Homeschooling berasal dari bahasa Inggris, dilihat dari akar katanya memiliki dua kata yang berbeda makna, yaitu home yang berarti rumah dan schooling yang berarti sekolah. Tetapi, tentu saja pemaknaan alih bahasa tersebut tidak kaku seperti di atas, melainkan cara memaknainya dengan menempatkan makna kata schooling di posisi depan. Sehingga, homeschooling secara etimologis dapat dimaknai sebagai sekolah rumah.[17]

Namun, pada hakekatnya homeschooling merupakan sebuah sekolah alternatif yang mencoba menempatkan anak sebagai subjek belajar dengan pendekatan pendidikan secara at home. Maksud pendekatan pendidikan secara at home adalah suatu pendekatan kekeluargaan yang memungkinkan anak belajar dengan nyaman sesuai dengan keinginan dan gaya belajar masing-masing, kapan saja, di mana saja dan dengan siapa saja.[18]

Berdasarkan sejarahnya, sudah mafhum diketahui bahwa homeschooling berakar dan tumbuh di Amerika Serikat dan Kanada, yang merupakan negara bagian benua Amerika. Sehingga, istilah yang muncul adalah berdasarkan bahasa yang ada di sana. Selain itu, Homeschooling juga dikenal dengan sebutan home education, home based learning atau sekolah mandiri.[19]

Pengertian lain yang tidak jauh berbeda dengan di atas menyebutkan bahwa homeschooling adalah model pendidikan di mana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya.[20] Berdasarkan hal ini, Sumardiono menjelaskan bahwa orang tua terlibat secara langsung dalam menentukan proses penyelenggaraan pendidikan, penentuan arah dan tujuan pendidikan, nilai-nilai yang akan dikembangkan, kecerdasan dan keterampilan, kurikulum dan materi serta metode dan praktik belajar.[21]

Adapun mengenai karakteristik model pendidikan homeschooling dapat diperhatikan sebagai berikut:[22]

1.         Orientasi pendidikan lebih menekankan pada  pembentukan karakter pribadi dan perkembangan bakat dan minat anak secara alamiah dan spesifik.

2.         Kegiatan belajar bisa terjadi secara mandiri, bersama orang tua, tutor dan di dalam suatu komunitas.

3.         Orang tua memegang peran utama sebagai guru, motivator, dinamisator, teman diskusi dan teman dialog dalam menentukan kegiatan belajar dan dalam proses pembelajaran.

4.         Keberadaan guru (tutor) lebih berfungsi sebagai pembimbing dan pengarah minat anak dalam mata pelajaran yang disukainya.

5.         Adanya fleksibilitas pengaturan jadwal kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran bisa dilakukan pada pagi hari, siang, sore ataupun malam hari.

6.         Adanya fleksibilitas pengaturan jumlah jam pelajaran untuk setiap materi pelajaran.

7.         Pendekatan pembelajaran lebih bersifat personal dan humanis.

8.         Proses pembelajaran tidak tergantung pada keberadaan ruang kelas.

9.         Memberi kesempatan anak belajar sesuai minat, kebutuhan, kecepatan dan kecerdasan masing-masing.

10.     Tidak ada istilah anak tidak naik kelas, semua anak bisa naik kelas dengan kecepatan masing-masing.

11.     Evaluasi ujian akhir nasional bisa dilakukan kapan saja sesuai kesiapan masing-masing anak. Di Indonesia, Evaluasi Ujian Akhir Nasional dapat ditempuh melalui ujian keseteraan paket A, B dan C yang dilaksanakan oleh dirjen PLS (Pendidikan Luar Sekolah).

Berdasarkan pengertian dan karakteristik yang sudah disebutkan di atas menunjukan bahwa homeschooling dapat dikatakan sebagai suatu alternatif pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik berdasarkan nilai-nilai yang diperolehnya.

D.      Konsep Homeschooling sebagai Model Pembelajaran

Konsep homeschooling sebagai model pembelajaran dimaksudkan untuk memahami bagaimana proses dan model pembelajaran yang diterapkan dalam homeschooling tersebut. Sebagai suatu model pembelajaran alternatif, homeschooling sudah terlegitimasi dalam peraturan pemerintah, sehingga hasil belajarnya diakui dan setara dengan sekolah.

Sebagaimana dituliskan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 27 ayat 1 disebutkan bahwa: [23]

1.         Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri; dan

2.         Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

Dalam proses homeschooling, orang tua mempunyai peran penting, yang tidak hanya berperan sebagai guru melainkan juga fasilitator, tutor, motivator bahkan teman diskusi. Sebab, pada intinya dalam homeschooling proses pembelajaran yang tidak kaku dan nyaman menjadi prioritas utama. Oleh karenanya, dalam mewujudkan hal itu homeschooling sebagai model pembelajaran dapat diterapkan dengan menggunakan metode-metode pembelajaran.

Beberapa metode pembelajaran yang dapat diterapkan dalam homeschooling sebagai berikut:[24]

1.        School at Home merupakan metode pembelajaran yang mirip dengan yang dilakukan di sekolah, bedanya hal ini dilakukan di rumah. Metode ini sering juga disebut textbook approach, tradisional approach atau school approach.

2.        Unit Studies merupakan metode pembelajaran yang berbasis pada tema. Metode ini banyak digunakan oleh orang tua homeschooling. Dalam metode ini, peserta didik tidak belajar satu mata pelajaran tertentu (misal; Matematika, IPS, IPA, Bahasa), tetapi mempelajari banyak mata pelajaran sekaligus melalui sebuah tema yang dipelajari. Metode ini berkembang atas pemikiran bahwa proses belajar harusnya terintegrasi bukan terpecah-pecah. Kalau sekarang, metode ini disebut sebagai metode tematik.

3.        Charlotte Manson atau The Living Books adalah metode pembelajaran melalui pengalaman dunia nyata. Metode yang dikembangkan oleh Charlotte Manson ini dilaksanakan melalui pembiasaan yang baik, keterampilan dasar (membaca dan menulis) serta mengekspos anak dengan pengalaman nyata, seperti jalan-jalan, mengunjungi museum, berbelanja ke pasar, mencari informasi di Perpustakaan, menghadiri pameran dan sebagainya. Istilah yang sama, yang sedang ramai dilaksanakan sekarang adalah study tour.

4.        The Classical merupakan metode pembelajaran yang dikembangkan sejak abad pertengahan dengan pendekatan kemampuan ekspresi verbal dan tertulis.

5.        The Waldorf adalah metode yang dikembangkan oleh Rudolf Steiner, yang banyak diterapkan di sekolah-sekolah alternatif Waldorf di Amerika. Oleh karena Steiner berusaha menciptakan setting sekolah yang mirip keadaan rumah, maka metodenya mudah diadaptasi untuk homeschooling. Dalam metode ini pembelajaran harus didesain senyaman mungkin, sehingga peserta didik merasa seperti di rumah sendiri.

6.        The Montessori merupakan metode pembelajaran yang dikembangkan oleh Dr. Maria Motessori dengan pendekatan penyiapan lingkungan pendukung yang nyata dan alami, mengamati proses interaksi peserta didik di lingkungan serta terus menumbuhkan lingkungan yang nyaman sehingga anak-anak dapat mengembangkan potensinya baik secara fisik, mental maupun spiritual.

7.        Unschooling; metode ini berangkat dari keyakinan bahwa anak-anak sebagai individu memiliki keinginan natural untuk belajar. Apabila keinginan itu difasilitasi dan dikenalkan dengan pengalaman di dunia nyata, mereka akan belajar lebih banyak daripada melalui metode lainnya. Unschooling tidak berangkat dari textbook, melainkan dari minat anak yang difasilitasi.

8.        The Eclectic adalah metode pembelajaran dengan pendekatan yang memberikan kesempatan pada keluarga (orang tua) untuk mendesain sendiri program homeschooling yang sesuai, dengan memilih atau menggabungkan dari metode yang ada.

Sebagai suatu model pembelajaran, homeschooling dapat diterapkan dengan metode di atas. Peran orang tua dalam model pembelajaran homeschooling sangat berpengaruh pada perkembangan anak. Orang tua yang kreatif dan inovatif akan senantiasa berusaha menciptakan proses pembelajaran yang sesuai dengan potensi dan minat anaknya. Oleh karenanya, orang tua dapat memilih untuk menggunakan metode pembelajaran di atas atau mendesain metode pembelajarannya sendiri dalam melaksanakan homeschooling.

E.       Kelebihan dan Kelemahan Homeschooling

Setelah menguraikan secara eksplisit mengenai homeschooling, pada bagian ini penulis berusaha memaparkan tentang kelebihan dan kelemahan dari homeschooling itu sendiri. Kelebihan homeschooling yang utama adalah penciptaan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan, mengingat hal itu dilaksanakan di rumah, sehingga anak dapat mengeksplor seluruh potensinya tanpa malu dengan status ataupun kekurangan yang dimilikinya. Namun, tentu saja sebagai suatu sistem yang terbentuk dari pikiran manusia, hal ini dapat dipastikan memiliki kelemahan di dalamnya.

Adapun kelebihan-kelebihan homeschooling yang dimaksud adalah:[25]

1.        Terciptanya suasana belajar yang menyenangkan dan peserta didik lebih kreatif dan mandiri;

2.        Peserta didik dapat lebih bebas dalam mengekspresikan karya-karya mereka dan membuat mereka tidak tergantung pada orang lain;

3.        Peserta didik menjadi siap terjun ke dunia nyata, karena proses pembelajarannya berdasarkan kegiatan sehari-hari yang ada di sekitarnya;

4.        Terlindung dari pergaulan menyimpang seperti tawuran, narkoba, konsumerisme, pornografi, mencotek dan sebagainya; dan

5.        Lebih Ekonomis karena biaya pendidikan disesuaikan dengan kondisi keuangan keluarga.

Sedangkan kelemahan-kelemahan yang ada pada homeschooling sebagai berikut:[26]

1.        Membutuhkan komitmen dan tanggung jawab tinggi dari orang tua;

2.        Memiliki kompleksitas yang lebih tinggi karena orang tua harus bertanggung jawab atas keseluruhan proses pendidikan anak;

3.        Keterampilan dan dinamika bersosialisasi dengan teman sebaya relatif rendah;

4.        Adanya resiko kurangnya kemampuan bekerja dalam tim (team work), organisasi dan kepemimpinan; dan

5.        Proteksi berlebihan dari orang tua dapat memberikan efek samping ketidakmampuan menyelesaikan situasi dan masalah sosial yang kompleks yang tidak terprediksi.

Kelebihan dan kekurangan yang disebutkan di atas sangat mencolok terjadi pada pelaksanaan homeschooling. Sehingga, hal ini menunjukan bahwa sebagai suatu model pembelajaran, homeschooling tidaklah sempurna. Namun, perlu diketahui juga bahwa tidak ada model pembelajaran yang lebih baik atau lebih buruk, melainkan “sesuai atau tidak” dengan kebutuhan dan potensi peserta didik.

F.       Kesimpulan

Homeschooling lahir atas dasar pikiran manusia yang menganggap bahwa perlunya suatu model pembelajaran yang dapat mengembangkan seluruh potensi anak. Hal ini disebabkan karena kepercayaan orang tua terhadap sekolah sebagai lembaga pendidikan sudah mengalami penurunan.

Namun, perlu diketahui bahwa homeschooling juga tidak sempurna karena masih terdapat kelemahan yang nampak jelas. Di antara kelemahan-kelemahan yang ada, yang mencolok menurut penulis adalah resiko tidak bisa bekerja dalam tim. Sebab, di dalam kondisi yang sedang mengalami kemajuan baik teknologi maupun informasi ini, kemampuan bekerja dalam tim menjadi sangat penting. Sementara dalam homeschooling, kurang bergaul dengan teman sebayanya. Walaupun demikian, bagi sebagian anak homeschooling bisa menjadi alternatif yang baik dalam belajar.  



[1] Mahasiswa PPI Semester 2 Program Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon

[2] Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm. 9

[3] Roem Topatimasang, dkk., Pendidikan Populer; Membangun Kesadaran Kritis, (Yogyakarta: Insist Press, 2005), hlm. 51

[4] Seto Mulyadi, dkk., Psikologi Pendidikan; Dengan Pendekatan Teori-teori Baru dalam Psikologi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm. 94

[5] Seto Mulyadi, dkk., ..... hlm. 79

[6] Diyah Yuli Sugiarti, Mengenal Homeschooling sebagai Lembaga Pendidikan Alternatif, Jurnal Edukasi, Vol. 1 No. 2, September, 2009, hlm. 14

[7] Seto Mulyadi, dkk., ..... hlm. 82

[8] Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam; Analisis Filosofis Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), Cetakan IV, hlm. 461

[9] Seto Mulyadi, dkk., ..... hlm. 84

[10] Seto Mulyadi, dkk., ..... hlm. 81

[11] Seto Mulyadi, dkk., ..... hlm. 80-81

[12] Seto Mulyadi, dkk., ..... hlm. 81

[13] Norma adalah kaidah, aturan, kriteria atau syarat yang mengandung nilai tertentu yang harus dipatuhi oleh warga masyarakat di dalam berbuat, bertingkah laku, agar masyarakat tertib, teratur dan aman. Disamping sebagai pedoman dan panduang berbuat atau bertingkah laku, norma juga dipakai sebagai tolok ukur dalam mengevaluasi perbuatan seseorang, Lihat Dini Susanti, Pendidikan Kewarganegaraan, (Bandung: Yrama Widya, 2007), hlm. 17

[14] Seto Mulyadi, dkk., ..... hlm. 84

[15] Seto Mulyadi, dkk., ..... hlm. 85

[16] Seto Mulyadi, dkk., ..... hlm. 85

[17] Ali Muhtadi, Pendidikan dan Pembelajaran (homeschooling) (Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis, Jurnal Ilmiah Pembelajaran, Volume 4, Nomor 1, Mei 2008, hlm. 57

[18] Ali Muhtadi, Pendidikan dan Pembelajaran (homeschooling) (Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis, ....., hlm. 57

[19] Siti Mumun Muniroh, Homeschooling, Alternatif Pendidikan Humanistik (Studi Kasus Pembelajaran pada Pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah Kalibening, Salatiga, Jawa Tengah), Jurnal Forum Tarbiyah, Volumen 7, Nomor 1, Juni 2009, hlm. 121

[20] Siti Mumun Muniroh, Homeschooling, Alternatif Pendidikan Humanistik (Studi Kasus Pembelajaran pada Pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah Kalibening, Salatiga, Jawa Tengah), hlm. 121

[21] Sumardiono, Homeschooling; a Leap for Better Learning; Lompatan Cara belajar, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2007), hlm. 4

[22] Ali Muhtadi, Pendidikan dan Pembelajaran (homeschooling) (Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis, ....., hlm. 57-58

[23] Anonim, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 20 Tahun 2003), Cetakan VI, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hlm. 29

[24] Siti Mumun Muniroh, Homeschooling, Alternatif Pendidikan Humanistik (Studi Kasus Pembelajaran pada Pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah Kalibening, Salatiga, Jawa Tengah), hlm. 121-123

[25] Siti Mumun Muniroh, Homeschooling, Alternatif Pendidikan Humanistik (Studi Kasus Pembelajaran pada Pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah Kalibening, Salatiga, Jawa Tengah), hlm. 123

[26] Siti Mumun Muniroh, Homeschooling, Alternatif Pendidikan Humanistik (Studi Kasus Pembelajaran pada Pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah Kalibening, Salatiga, Jawa Tengah), hlm. 123

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website

0 comments:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. R U D I N I - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger