HOMESCHOOLING
(Sebuah Model
Pembelajaran Alternatif dalam Pendidikan)
Oleh:
Rudini[1]
A. Pendahuluan
Manusia merupakan makhluk berpikir, yang senantiasa melahirkan budaya dan
pengetahuan. Kemampuan berpikir tingkat tinggi dengan pola dan ciri-ciri tertentu
seperti sistematis, logis, radikal dan universal, yang dimiliki manusia disebut
filsafat.[2]
Oleh karena fasilitas akal yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia tidak
dianugerahkan kepada makhluk lain, manusia senantiasa terus berkembang dengan
pemikirannya dibandingkan makhluk Tuhan lainnya.
Salah satu hasil pemikiran manusia adalah homeschooling (Sekolah
Rumah). Kemunculan gagasan ini dianggap sebagai suatu solusi baru dalam dunia
pendidikan, untuk menegaskan kembali bahwa pendidikan itu memiliki makna yang
sangat luas, sehingga dapat terjadi bukan hanya di sekolah melainkan juga di
rumah.
Kemunculan homeschooling, menurut penulis bisa disebutkan sebagai
respon atas pernyataan Paulo Freire yang mengatakan bahwa sistem pendidikan
yang pernah dan mapan selama ini diumpamakan seperti sebuah “Bank” (banking
concept of education), di mana peserta didik diberikan pengetahuan agar
kelak ia akan mendapatkan hasilnya secara berlipat ganda.[3]
Sistem pendidikan tersebut memandang bahwa guru merupakan subjek aktif dan
peserta didik merupakan objek pasif. Hal ini tentu saja berlawanan dengan makna
guru dan peserta didik yang berkembang saat ini. Sebab, baik guru maupun peserta
didik merupakan individu aktif yang senantiasa mengembangkan potensinya.
Di
Indonesia, penyelenggaraan homeschooling dilatarbelakangi oleh berbagai
alasan yaitu; homeschooling menyediakan waktu belajar yang lebih fleksibel
dan memberikan keterampilan khusus.[4] Hal
ini menyebabkan daya tarik orang untuk menyelenggarakan homeschooling semakin
kuat, mengingat dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia pun hal itu
dapat dilakukan. Oleh karenanya, penulis tertarik untuk menggali lebih dalam
informasi tentang homeschooling ini.
B. Sejarah dan
Perkembangan Homeschooling
Gagasan mengenai homeschooling muncul sekitar abad 19. Awal mula
muncul baik di Amerika Serikat maupun di Kanada dilatarbelakangi pemikiran
tentang pendidikan keluarga yang sangat banyak dan beragam atau sangat luas dan
multidimensi. Di antaranya penelitian terhadap 203 keluarga di Quebec tahun
2003 menyimpulkan bahwa motivasi mereka memilih pendidikan keluarga adalah keinginan
membangun proyek percobaan pendidikan keluarga berdasarkan nilai-nilai dan
norma-norma yang dilaksanakan dalam keluarga, struktur organisasi dan sistem
sekolah yang tidak sesuai dengan pandangan mereka, keinginan untuk melakukan
pengayaan (enrichment) kurikulum dan keinginan untuk membangun lebih
awal perkembangan sosio-afeksi terhadap anak-anak mereka.[5]
John Caldwell Holt merupakan tokoh yang disebut-sebut sebagai orang asal
Amerika Serikat, yang pertama menyuarakan mengenai homeschooling pada
kisaran tahun 1960.an. Hal yang mendasari pemikiran Holt ini adalah
penyelenggaraan pendidikan formal yang tidak merata di tiap-tiap daerah. Namun,
selain itu ada juga dorongan lain yaitu untuk memperkaya bentuk dan ragam
pelaksanaan pendidikan khususnya bagi anak-anak yang berbakat atau memiliki
potensi khusus.[6]
Selain itu, penyebab munculnya homeschooling adalah belum
diwajibkannya sekolah umum. Pada tahun 1800, kondisi lingkungan tidak mendukung
anak-anak belajar di sekolah umum, misalnya karena cuaca buruk, badai salju,
banjir atau jauhnya jarak dari rumah ke sekolah karena transportasi masal belum
ada.[7]
Setelah globalisasi terjadi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
termasuk transportasi menjadi sangat pesat.[8]
Sehingga, dunia pendidikan pun terkena dampaknya, yang menyebabkan semakin
majunya pendidikan dan aksesnya pun menjadi semakin mudah.
Namun, perkembangan industri dan kemajuan transportasi tidak hanya
memberikan dampak positif terhadap sekolah umum, melainkan juga dampak negatif.
Pada tahun 1960 sampai 1970 banyak keluarga mulai kecewa terhadap
penyelenggaraan sekolah umum. Akhirnya, mereka kembali cenderung memberikan
pelajaran di rumah karena orang tua memiliki banyak waktu dan mempunyai
pemahaman yang lebih baik tentang kebutuhan pendidikan anak mereka.[9]
Kemudian, alasan lain para orang tua ketika itu kembali kepada homeschooling
adalah ketidakpuasan mereka terhadap sekolah umum yang tidak bisa memberikan
pengetahuan dan pengalaman yang lebih dalam bidang agama. Sehingga mereka lebih
memilih mendidik anak-anaknya di rumah masing-masing.[10]
Mengenai perkembangan homeschooling sendiri, Patricia Lines, seorang
penulis asal Amerika Serikat, pada tahun 1985 melakukan penelitian dan
mendapatkan hasil bahwa 50.000 anak mengikuti pendidikan di homeschooling,
hal ini oleh seorang pakar dikatakan sebagai sesuatu yang tidak mungkin.
Tetapi, justru pada tahun 1990 hasil penelitian Patricia sebagai seorang
peneliti Departemen Pendidikan, menunjukkan bahwa jumlah anak yang mengikuti homeschooling
sudah mencapai 250.000 sampai 300.000. Hasil survei tersebut berdasarkan
tiga sumber yaitu; data dari agen pendidikan negara, distribusi paket kurikulum
yang disebarkan kepada anak peserta homeschooling dan berdasarkan data
dari Asosiasi homeschooling.[11]
Hal lain, yang bisa dijadikan dasar penyelenggaraan homeschooling
adalah pernyataan John Locke yang mengatakan bahwa tujuan utama pendidikan
adalah nilai-nilai (values) dan rumah merupakan tempat yang paling baik
untuk menginternalisasi hal itu.[12]
Berdasarkan sejarah perkembangan homeschooling yang terjadi sangat
pesat di Amerika, dapat dipahami bahwa terdapat tiga dasar yang melandasi
penyelenggaraan homeschooling, yaitu dasar filosofis, dasar religiusitas
dan dasar pedagogis. Dasar filosofis menyatakan bahwa peserta didik sebagai
individu yang merdeka, bebas berperilaku, bebas mengemukakan pendapat, bebas
membuat suatu keputusan, walaupun tentu saja ada batas-batasnya yaitu dibatasi
oleh nilai-nilai atau norma-norma[13]
yang berlaku.[14]
Dasar religiusitasnya adalah sekolah umum tidak memperhatikan moral dan
agama. Sekolah umum bersifat sekuler karena lebih fokus pada penanaman dan
pengembangan pengetahuan tentang realitas alam dan lingkungan yang sekuler dan
kurang terfokus pada pengembangan moral dan agama. Sementara orang tua
mengharapkan anak-anak mereka menjadi individu yang bermoral dan taat pada
ajaran agama seperti agama yang dianut oleh orang tuanya.[15]
Sedangkan dasar pedagogisnya adalah orang tua kecewa terhadap kualitas
hasil pendidikan sekolah umum. Menurut orang tua, sekolah umum hanya
menghasilkan individu dengan pengetahuan yang bersifat teoritis, tidak
aplikatif. Padahal, mereka menginginkan anak-anaknya mempunyai pengetahuan
aplikatif yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.[16]
Dalam Islam, sebenarnya pendidikan
keluarga memang sudah diyakini betul pertama dan paling utama, mengingat
dikenal istilah al-‘Ummu Madrasah al-Ula (Ibu adalah sekolah pertama).
Tentu saja orang tua merupakan pendidik yang pertama dan paling utama, sebab
selain mereka lebih memahami anak-anaknya, juga merupakan tanggung jawab mereka
sebagai orang tua mendidiknya. Oleh karenanya, adanya homeschooling
bukan sesuatu yang harus diwaspadai ataupun dikhawatirkan, tetapi merupakan
suatu hal yang wajar.
Namun, menjadi hal yang harus dibicarakan lagi
apabila homeschooling adalah sebagai lembaga alternatif yang
menggantikan peranan sekolah. Sehingga, perlu pengkajian mendalam lagi apa dan
bagaimana homeschooling ini. Mengingat bahwa di sekolah terdapat
kurikulum yang menjadi panduan dalam penyelenggaraannya, juga terdapat
penilaian dan bentuk formalitas di dalamnya. Maka, penyelenggaraan homeschooling
ini juga demikian atau tidak, tentu saja dibutuhkan informasi yang
mendalam.
C. Pengertian dan
Karakteristik Homeschooling
Istilah Homeschooling berasal dari bahasa Inggris, dilihat dari akar
katanya memiliki dua kata yang berbeda makna, yaitu home yang berarti
rumah dan schooling yang berarti sekolah. Tetapi, tentu saja pemaknaan
alih bahasa tersebut tidak kaku seperti di atas, melainkan cara memaknainya
dengan menempatkan makna kata schooling di posisi depan. Sehingga, homeschooling
secara etimologis dapat dimaknai sebagai sekolah rumah.[17]
Namun, pada hakekatnya homeschooling merupakan sebuah sekolah
alternatif yang mencoba menempatkan anak sebagai subjek belajar dengan
pendekatan pendidikan secara at home. Maksud pendekatan pendidikan
secara at home adalah suatu pendekatan kekeluargaan yang memungkinkan
anak belajar dengan nyaman sesuai dengan keinginan dan gaya belajar
masing-masing, kapan saja, di mana saja dan dengan siapa saja.[18]
Berdasarkan sejarahnya, sudah mafhum diketahui bahwa homeschooling
berakar dan tumbuh di Amerika Serikat dan Kanada, yang merupakan negara bagian benua
Amerika. Sehingga, istilah yang muncul adalah berdasarkan bahasa yang ada di
sana. Selain itu, Homeschooling juga dikenal dengan sebutan home
education, home based learning atau sekolah mandiri.[19]
Pengertian lain yang tidak jauh berbeda dengan di atas menyebutkan bahwa homeschooling
adalah model pendidikan di mana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung
jawab sendiri atas pendidikan anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis
pendidikannya.[20]
Berdasarkan hal ini, Sumardiono menjelaskan bahwa orang tua terlibat secara
langsung dalam menentukan proses penyelenggaraan pendidikan, penentuan arah dan
tujuan pendidikan, nilai-nilai yang akan dikembangkan, kecerdasan dan
keterampilan, kurikulum dan materi serta metode dan praktik belajar.[21]
Adapun mengenai karakteristik model pendidikan homeschooling dapat
diperhatikan sebagai berikut:[22]
1.
Orientasi pendidikan lebih menekankan
pada pembentukan karakter pribadi dan
perkembangan bakat dan minat anak secara alamiah dan spesifik.
2.
Kegiatan belajar bisa terjadi secara mandiri,
bersama orang tua, tutor dan di dalam suatu komunitas.
3.
Orang tua memegang peran utama sebagai guru,
motivator, dinamisator, teman diskusi dan teman dialog dalam menentukan
kegiatan belajar dan dalam proses pembelajaran.
4.
Keberadaan guru (tutor) lebih berfungsi
sebagai pembimbing dan pengarah minat anak dalam mata pelajaran yang
disukainya.
5.
Adanya fleksibilitas pengaturan jadwal
kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran bisa dilakukan pada pagi hari,
siang, sore ataupun malam hari.
6.
Adanya fleksibilitas pengaturan jumlah jam
pelajaran untuk setiap materi pelajaran.
7.
Pendekatan pembelajaran lebih bersifat
personal dan humanis.
8.
Proses pembelajaran tidak tergantung pada
keberadaan ruang kelas.
9.
Memberi kesempatan anak belajar sesuai minat,
kebutuhan, kecepatan dan kecerdasan masing-masing.
10. Tidak ada
istilah anak tidak naik kelas, semua anak bisa naik kelas dengan kecepatan
masing-masing.
11. Evaluasi ujian
akhir nasional bisa dilakukan kapan saja sesuai kesiapan masing-masing anak. Di
Indonesia, Evaluasi Ujian Akhir Nasional dapat ditempuh melalui ujian
keseteraan paket A, B dan C yang dilaksanakan oleh dirjen PLS (Pendidikan Luar
Sekolah).
Berdasarkan pengertian dan karakteristik yang
sudah disebutkan di atas menunjukan bahwa homeschooling dapat dikatakan
sebagai suatu alternatif pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta
didik berdasarkan nilai-nilai yang diperolehnya.
D. Konsep Homeschooling
sebagai Model Pembelajaran
Konsep homeschooling sebagai model pembelajaran dimaksudkan untuk
memahami bagaimana proses dan model pembelajaran yang diterapkan dalam homeschooling
tersebut. Sebagai suatu model pembelajaran alternatif, homeschooling sudah
terlegitimasi dalam peraturan pemerintah, sehingga hasil belajarnya diakui dan
setara dengan sekolah.
Sebagaimana dituliskan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 27 ayat 1 disebutkan bahwa: [23]
1.
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan
oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri; dan
2.
Hasil pendidikan informal diakui sama dengan
pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan
standar nasional pendidikan.
Dalam proses homeschooling, orang tua mempunyai peran penting, yang
tidak hanya berperan sebagai guru melainkan juga fasilitator, tutor, motivator
bahkan teman diskusi. Sebab, pada intinya dalam homeschooling proses
pembelajaran yang tidak kaku dan nyaman menjadi prioritas utama. Oleh
karenanya, dalam mewujudkan hal itu homeschooling sebagai model
pembelajaran dapat diterapkan dengan menggunakan metode-metode pembelajaran.
Beberapa metode pembelajaran yang dapat diterapkan dalam homeschooling sebagai
berikut:[24]
1.
School at Home merupakan metode pembelajaran yang mirip
dengan yang dilakukan di sekolah, bedanya hal ini dilakukan di rumah. Metode
ini sering juga disebut textbook approach, tradisional approach atau school
approach.
2.
Unit Studies merupakan metode pembelajaran yang berbasis
pada tema. Metode ini banyak digunakan oleh orang tua homeschooling.
Dalam metode ini, peserta didik tidak belajar satu mata pelajaran tertentu
(misal; Matematika, IPS, IPA, Bahasa), tetapi mempelajari banyak mata pelajaran
sekaligus melalui sebuah tema yang dipelajari. Metode ini berkembang atas
pemikiran bahwa proses belajar harusnya terintegrasi bukan terpecah-pecah.
Kalau sekarang, metode ini disebut sebagai metode tematik.
3.
Charlotte Manson atau The Living Books
adalah metode pembelajaran melalui pengalaman dunia nyata. Metode yang
dikembangkan oleh Charlotte Manson ini dilaksanakan melalui pembiasaan yang
baik, keterampilan dasar (membaca dan menulis) serta mengekspos anak dengan
pengalaman nyata, seperti jalan-jalan, mengunjungi museum, berbelanja ke pasar,
mencari informasi di Perpustakaan, menghadiri pameran dan sebagainya. Istilah
yang sama, yang sedang ramai dilaksanakan sekarang adalah study tour.
4.
The Classical merupakan metode pembelajaran yang
dikembangkan sejak abad pertengahan dengan pendekatan kemampuan ekspresi verbal
dan tertulis.
5.
The Waldorf adalah metode yang dikembangkan oleh Rudolf
Steiner, yang banyak diterapkan di sekolah-sekolah alternatif Waldorf di
Amerika. Oleh karena Steiner berusaha menciptakan setting sekolah yang mirip
keadaan rumah, maka metodenya mudah diadaptasi untuk homeschooling.
Dalam metode ini pembelajaran harus didesain senyaman mungkin, sehingga peserta
didik merasa seperti di rumah sendiri.
6.
The Montessori merupakan metode pembelajaran yang
dikembangkan oleh Dr. Maria Motessori dengan pendekatan penyiapan lingkungan
pendukung yang nyata dan alami, mengamati proses interaksi peserta didik di
lingkungan serta terus menumbuhkan lingkungan yang nyaman sehingga anak-anak
dapat mengembangkan potensinya baik secara fisik, mental maupun spiritual.
7.
Unschooling; metode ini berangkat dari keyakinan bahwa
anak-anak sebagai individu memiliki keinginan natural untuk belajar. Apabila
keinginan itu difasilitasi dan dikenalkan dengan pengalaman di dunia nyata,
mereka akan belajar lebih banyak daripada melalui metode lainnya. Unschooling
tidak berangkat dari textbook, melainkan dari minat anak yang
difasilitasi.
8.
The Eclectic adalah metode pembelajaran dengan pendekatan
yang memberikan kesempatan pada keluarga (orang tua) untuk mendesain sendiri
program homeschooling yang sesuai, dengan memilih atau menggabungkan
dari metode yang ada.
Sebagai suatu model pembelajaran, homeschooling
dapat diterapkan dengan metode di atas. Peran orang tua dalam model
pembelajaran homeschooling sangat berpengaruh pada perkembangan anak.
Orang tua yang kreatif dan inovatif akan senantiasa berusaha menciptakan proses
pembelajaran yang sesuai dengan potensi dan minat anaknya. Oleh karenanya,
orang tua dapat memilih untuk menggunakan metode pembelajaran di atas atau
mendesain metode pembelajarannya sendiri dalam melaksanakan homeschooling.
E. Kelebihan dan
Kelemahan Homeschooling
Setelah menguraikan secara eksplisit mengenai homeschooling, pada
bagian ini penulis berusaha memaparkan tentang kelebihan dan kelemahan dari homeschooling
itu sendiri. Kelebihan homeschooling yang utama adalah penciptaan
suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan, mengingat hal itu dilaksanakan di
rumah, sehingga anak dapat mengeksplor seluruh potensinya tanpa malu dengan
status ataupun kekurangan yang dimilikinya. Namun, tentu saja sebagai suatu
sistem yang terbentuk dari pikiran manusia, hal ini dapat dipastikan memiliki
kelemahan di dalamnya.
Adapun kelebihan-kelebihan homeschooling yang dimaksud adalah:[25]
1.
Terciptanya suasana belajar yang menyenangkan
dan peserta didik lebih kreatif dan mandiri;
2.
Peserta didik dapat lebih bebas dalam
mengekspresikan karya-karya mereka dan membuat mereka tidak tergantung pada
orang lain;
3.
Peserta didik menjadi siap terjun ke dunia
nyata, karena proses pembelajarannya berdasarkan kegiatan sehari-hari yang ada
di sekitarnya;
4.
Terlindung dari pergaulan menyimpang seperti
tawuran, narkoba, konsumerisme, pornografi, mencotek dan sebagainya; dan
5.
Lebih Ekonomis karena biaya pendidikan
disesuaikan dengan kondisi keuangan keluarga.
Sedangkan kelemahan-kelemahan yang ada pada homeschooling sebagai
berikut:[26]
1.
Membutuhkan komitmen dan tanggung jawab tinggi
dari orang tua;
2.
Memiliki kompleksitas yang lebih tinggi karena
orang tua harus bertanggung jawab atas keseluruhan proses pendidikan anak;
3.
Keterampilan dan dinamika bersosialisasi
dengan teman sebaya relatif rendah;
4.
Adanya resiko kurangnya kemampuan bekerja
dalam tim (team work), organisasi dan kepemimpinan; dan
5.
Proteksi berlebihan dari orang tua dapat
memberikan efek samping ketidakmampuan menyelesaikan situasi dan masalah sosial
yang kompleks yang tidak terprediksi.
Kelebihan dan kekurangan yang disebutkan di
atas sangat mencolok terjadi pada pelaksanaan homeschooling. Sehingga,
hal ini menunjukan bahwa sebagai suatu model pembelajaran, homeschooling tidaklah
sempurna. Namun, perlu diketahui juga bahwa tidak ada model pembelajaran yang
lebih baik atau lebih buruk, melainkan “sesuai atau tidak” dengan kebutuhan dan
potensi peserta didik.
F. Kesimpulan
Homeschooling lahir atas dasar pikiran manusia yang menganggap bahwa perlunya suatu model
pembelajaran yang dapat mengembangkan seluruh potensi anak. Hal ini disebabkan
karena kepercayaan orang tua terhadap sekolah sebagai lembaga pendidikan sudah
mengalami penurunan.
Namun, perlu diketahui bahwa homeschooling juga tidak sempurna
karena masih terdapat kelemahan yang nampak jelas. Di antara
kelemahan-kelemahan yang ada, yang mencolok menurut penulis adalah resiko tidak
bisa bekerja dalam tim. Sebab, di dalam kondisi yang sedang mengalami kemajuan
baik teknologi maupun informasi ini, kemampuan bekerja dalam tim menjadi sangat
penting. Sementara dalam homeschooling, kurang bergaul dengan teman
sebayanya. Walaupun demikian, bagi sebagian anak homeschooling bisa
menjadi alternatif yang baik dalam belajar.
[1] Mahasiswa PPI Semester 2 Program Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon
[2] Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia,
2009), hlm. 9
[3] Roem Topatimasang, dkk., Pendidikan Populer; Membangun Kesadaran Kritis,
(Yogyakarta: Insist Press, 2005), hlm. 51
[4] Seto Mulyadi, dkk., Psikologi Pendidikan; Dengan Pendekatan Teori-teori
Baru dalam Psikologi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm. 94
[5] Seto Mulyadi, dkk., ..... hlm. 79
[6] Diyah Yuli Sugiarti, Mengenal Homeschooling sebagai Lembaga Pendidikan
Alternatif, Jurnal Edukasi, Vol. 1 No. 2, September, 2009, hlm. 14
[7] Seto Mulyadi, dkk., ..... hlm. 82
[8] Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam; Analisis Filosofis Sistem
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), Cetakan IV, hlm. 461
[9] Seto Mulyadi, dkk., ..... hlm. 84
[10] Seto Mulyadi, dkk., ..... hlm. 81
[11] Seto Mulyadi, dkk., ..... hlm. 80-81
[12] Seto Mulyadi, dkk., ..... hlm. 81
[13] Norma adalah kaidah, aturan, kriteria atau syarat yang mengandung
nilai tertentu yang harus dipatuhi oleh warga masyarakat di dalam berbuat,
bertingkah laku, agar masyarakat tertib, teratur dan aman. Disamping sebagai
pedoman dan panduang berbuat atau bertingkah laku, norma juga dipakai sebagai
tolok ukur dalam mengevaluasi perbuatan seseorang, Lihat Dini Susanti, Pendidikan Kewarganegaraan, (Bandung:
Yrama Widya, 2007), hlm. 17
[14] Seto Mulyadi, dkk., ..... hlm. 84
[15] Seto Mulyadi, dkk., ..... hlm. 85
[16] Seto Mulyadi, dkk., ..... hlm. 85
[17] Ali Muhtadi, Pendidikan dan Pembelajaran (homeschooling) (Suatu Tinjauan
Teoritis dan Praktis, Jurnal Ilmiah Pembelajaran, Volume 4, Nomor 1, Mei
2008, hlm. 57
[18] Ali Muhtadi, Pendidikan dan Pembelajaran (homeschooling) (Suatu Tinjauan
Teoritis dan Praktis, ....., hlm. 57
[19] Siti Mumun Muniroh, Homeschooling, Alternatif Pendidikan Humanistik
(Studi Kasus Pembelajaran pada Pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah
Kalibening, Salatiga, Jawa Tengah), Jurnal Forum Tarbiyah, Volumen 7, Nomor
1, Juni 2009, hlm. 121
[20] Siti Mumun Muniroh, Homeschooling, Alternatif Pendidikan Humanistik
(Studi Kasus Pembelajaran pada Pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah
Kalibening, Salatiga, Jawa Tengah), hlm. 121
[21] Sumardiono, Homeschooling; a Leap for Better Learning; Lompatan Cara belajar,
(Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2007), hlm. 4
[22] Ali Muhtadi, Pendidikan dan Pembelajaran (homeschooling) (Suatu Tinjauan
Teoritis dan Praktis, ....., hlm. 57-58
[23] Anonim, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 20 Tahun
2003), Cetakan VI, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hlm. 29
[24] Siti Mumun Muniroh, Homeschooling, Alternatif Pendidikan Humanistik
(Studi Kasus Pembelajaran pada Pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah
Kalibening, Salatiga, Jawa Tengah), hlm. 121-123
[25] Siti Mumun Muniroh, Homeschooling, Alternatif Pendidikan Humanistik
(Studi Kasus Pembelajaran pada Pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah
Kalibening, Salatiga, Jawa Tengah), hlm. 123
[26] Siti Mumun Muniroh, Homeschooling, Alternatif Pendidikan Humanistik
(Studi Kasus Pembelajaran pada Pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah
Kalibening, Salatiga, Jawa Tengah), hlm. 123
0 comments:
Posting Komentar