Home » » Kecerdasan Emosional

Kecerdasan Emosional

BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Manusia adalah individu yang kompleks dan unik. Dikatakan kompleks dan unik karena manusia tidak dapat dinilai hanya dari satu sisi. Hal ini menunjukkan bahwa banyak hal yang harus diperhatikan dalam mempelajari manusia. Pada abad modern ini, para ahli pendidikan sangat gencar membicarakan tentang berbagai macam kecerdasan yang dimiliki manusia, termasuk kecerdasan emosional.

Kecerdasan emosional lahir sebagai hasil dari proses berpikirnya manusia. Manusia sebagai makhluk berpikir (rational animal) bukan hanya memikirkan lingkungannya, melainkan juga dirinya sendiri, (Efendi, 2005: 3). Pemikiran manusia bukan hanya menghasilkan sebuah gagasan, tetapi juga suatu peradaban. Sehingga pantas sebelum lahirnya gagasan mengenai kecerdasan emosional, kecerdasan intelegensi menjadi sesuatu yang dibangga-banggakan. Sebab, seseorang yang memiliki intelegensi tinggi dimungkinkan akan mendapatkan masa depan yang jelas dan sukses.

Namun, hal itu terbantahkan dengan kemunculah gagasan tentang kecerdasan emosional. Perlu diperhatikan lagi bahwa sebagai individu yang kompleks, manusia senantiasa berkembang dan tidak dapat dipandang dari satu sisi. Oleh karenanya, munculnya gagasan tentang kecerdasan emosional ini adalah sebagai bentuk hasil dari keaktifan manusia dalam mengobservasi dirinya sendiri dan sekitarnya.

Tetapi, juga perlu dipahami bahwa kemunculan kecerdasan emosional ini bukan bermaksud menafikan kecerdasan intelegensi, melainkan untuk menyempurnakannya. Dalam konsep kecerdasan intelegensi, manusia lebih banyak memikirkan hal-hal yang ada di luar dirinya sendiri, sedangkan dalam kecerdasan emosional, manusia lebih memikirkan hal-hal yang ada pada dirinya sendiri. Perbedaan inilah yang menunjukan bahwa kecerdasan emosional bukan suatu gagasan yang menganggap tidak diperlukannya kecerdasan intelegensi, melainkan sebagai penyempurna dari kekompleksan yang dimiliki manusia itu sendiri, (Suharsono, 2000: 38). Tulisan ini bermaksud menguraikan tentang apa dan bagaimana kecerdasan emosional itu, sebagai kajian penting dalam mempelajari psikologi pendidikan.

B.       Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang diambil dalam penulisan makalah ini, yaitu:

1.         Apa yang dimaksud dengan kecerdasan emosional?

2.         Bagaimana ciri-ciri utama pikiran emosional?

3.         Bagaimana cara mengendalikan emosi?

4.         Apa urgensi meningkatkan kecerdasan emosional?

5.         Bagaimana upaya meningkatkan kecerdasan emosional?

 

C.      Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:

1.         Untuk menjelaskan pengertian kecerdasan emosional;

2.         Untuk memahami ciri-ciri utama pikiran emosional;

3.         Untuk memahami cara mengendalikan emosi;

4.         Untuk memahami urgensi meningkatkan kecerdasan emosional; dan

5.         Untuk mengetahui upaya meningkatkan kecerdasan emosional.

BAB II

PEMBAHASAN

A.      Pengertian Kecerdasan Emosional

Sebelum pada pembahasan mengenai kecerdasan emosional, dalam hal ini perlu sekiranya dijelaskan terlebih dahulu tentang emosi. Sebab, selain merupakan akar persoalan yang terdapat dalam kecerdasan emosional, emosi juga merupakan sesuatu yang melekat pada diri manusia sebagai individu. Efendi (2005: 176) menjelaskan bahwa para Psikolog menyebut emosi sebagai salah satu dari trilogi mental yang terdiri dari kognisi, emosi dan motivasi. Emosi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti menggerakkan atau bergerak, kemudian berubah artinya menjadi bergerak menjauh setelah mendapat imbuhan “e”. Secara istilah, emosi adalah suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak.

Menurut Goleman, emosi adalah setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental hebat atau meluap-luap, (Efendi, 2005: 176). Sedangkan Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf menjelaskan bahwa emosi adalah kata yang menunjukkan gerak perasaan, (Efendi, 2005: 177). Dari definisi-definisi tersebut dapat dipahami bahwa emosi adalah dorongan perasaan dan pikiran yang memunculkan tindakan atau perilaku.

Umumnya, emosi diinterpretasikan pada sesuatu yang negatif. Padahal, tidak semua emosi akan berdampak negatif, ada emosi yang justru baik dan manfaat bagi manusia, misalnya rasa takut. Rasa takut akan menjaga seseorang untuk tidak terjerumus dalam bahaya dan mengambil beberapa inisiatif penyelamatan diri, (Najati, 2008: 122).

Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut, dapat dipahami bahwa emosi merupakan sesuatu yang sudah ada pada diri manusia. Akibat dari emosi ini dapat menjadi positif, juga bisa menjadi negatif. Oleh karenanya, sangat penting bagi manusia mempelajari dan mendalami lebih jauh tentang emosinya masing-masing. Sebab, dengan mempelajari dan memahaminya manusia tidak akan larut dalam emosinya, yang hanya akan memberikan dampak negatif lebih banyak bagi dirinya sendiri.

Setelah memahami bahwa dalam diri manusia melekat banyak emosi yang membuatnya teridentifikasi sebagai makhluk yang kompleks, selanjutnya emosi-emosi tersebut harus dikendalikan sehingga dapat terbentuk yang disebut kecerdasan emosional. Efendi (2005: 171) mengatakan bahwa sebelum digunakannya istilah kecerdasan emosional, terlebih dahulu sudah dikenal istilah Emotional Literacy. Menurutnya, emotional literacy ini memiliki fokus yang sama dengan kecerdasan emosional. Istilah tersebut berasal dari seorang Pelatih bernama Steiner, yang diterbitkan dalam sebuah buku berjudul Healing Alkoholism, pada 18 tahun sebelum munculnya istilah kecerdasan emosional, tepatnya pada tahun 1979. Pengembangan yang terdapat dalam emotional literacy tersebut diarahkan agar orang-orang memiliki kemampuan sebagai berikut:

1.         Keterampilan memahami perasaan;

2.         Keterampilan merasakan empati;

3.         Kemampuan mengelola emosi;

4.         Keterampilan memperbaiki kerusakan emosi; dan

5.         Mengembangkan keterampilan yang disebut oleh Steiner sebagai Emotional Interactivity (Interaktivitas Emosional).

Kemudian, Lawrence (1997: 5) mengatakan bahwa istilah kecerdasan emosional pertama kali dicetuskan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang dianggap penting dalam mencapai kesuksesan. Kualitas-kualitas emosional yang dimaksud di antaranya adalah empati, mengendalikan amarah, sikap hormat dan sebagainya.

Selanjutnya, Efendi (2005: 171) dengan mengutip dari Daniel Goleman menjelaskan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali perasaan diri kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain.

Sedangkan, Cooper dan Sawaf mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai berikut; “Emotional Intellegence is the ability to sense, understand, and effectively apply the power and acumen of emotions as a source of human energy, information, connection, and influence.” (Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif mengaplikasikan kekuatan serta kecerdasan emosi sebagai sebuah sumber energi manusia, informasi, hubungan dan pengaruh), (Efendi, 2005: 172). Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat dituliskan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan mengolah rasa dan emosi diri sendiri, sehingga tercipta suasana dan hubungan yang baik dengan orang lain.

Dengan memperhatikan pengertian dari kecerdasan emosional di atas, dapat dipahami bahwa kecerdasan tersebut penting diajarkan kepada anak agar mereka menjadi pribadi yang mampu mengendalikan dirinya sendiri, baik oleh orang tua maupun guru di sekolah. Sebagaimana Syah (2010: 251) menjelaskan bahwa tugas guru tidak hanya menuangkan ilmu pengetahuan ke dalam otak para peserta didik, melainkan juga melatih keterampilan dan menanamkan sikap serta nilai kepada mereka. Menanamkan sikap dan nilai dalam hal tersebut tentu saja juga mengarah kepada mengajarkan kecerdasan emosional.

Mengenai kecerdasan emosional ini, Lawrence (1997: 183-188) menyebutkan tiga istilah penting di dalamnya. Ketiga istilah tersebut adalah flow, empati dan seni sosial. Flow merupakan keadaan batin yang menandakan seorang anak sedang tenggelam dalam tugas yang cocok. Puncak kecerdasan emosional akan dapat dicapai apabila sudah mencapai keadaan flow, yang disebut sebagai neurobiologi keunggulan.

Lawrence lebih lanjut dengan mengutip pernyataan Goleman menjelaskan bahwa dalam flow, emosi tidak hanya ditampung dan disalurkan, tetapi juga bersifat mendukung, memberi tenaga dan selaras dengan tugas yang sedang dihadapi. Ciri khas flow sendiri adalah perasaan kebahagiaan spontan, bahkan keterpesonaan. Singkatnya, dapat dikatakan bahwa flow adalah perasaan seseorang yang sedang larut dalam kondisi tertentu.

Sementara itu, empati adalah kemampuan untuk mengetahui perasaan orang lain. Ketiadaan empati dapat terlihat dengan nyata pada para pelaku psikopat kriminal, pemerkosa dan pemerkosa anak-anak. Oleh karenanya, saat seseorang melakukan ketiga hal tersebut rasa empati yang harusnya dimiliki olehnya sebagai manusia sudah hilang.

Sehingga, rasa empati ini penting ditumbuhkan. Gardner mengatakan bahwa “Empathy Builds on self-awareness; the more open we are to our own emotions, the more skilled we will be in reading feelings” (Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri, semakin terbuka kepada emosi diri sendiri dan semakin terampil membaca perasaan). Oleh sebab itu, kegagalan mendata perasaan orang lain merupakan kekurangan utama dalam kecerdasan emosional, sekaligus merupakan cacat yang menyedihkan (tragic failing) sebagai seorang manusia. Sementara setiap hubungan yang merupakan akar kepedulian berasal dari penyesuaian emosional (emotional ettunement), yang berasal dari kemampuan berempati.

Sedangkan istilah ketiga yang melekat pada kecerdasan emosional adalah seni sosial. Seni sosial ini dimaksudkan bahwa keterampilan berhubungan dengan orang lain merupakan kecakapan sosial yang membantu menciptakan komunikasi yang baik. Apabila keterampilan ini tidak dimiliki, bukan hanya manusia awam, bahkan orang dengan kecerdasan otak yang luar biasa pun akan gagal dalam membina hubungan dengan orang lain. Biasanya hal ini ditunjukan dengan penampilan yang angkuh, mengganggu atau tidak berperasaan. Padahal, jika dipahami kembali, keterampilan sosial ini banyak memberikan manfaat yang luar biasa seperti:

1.         Memungkinkan seseorang untuk membentuk hubungan;

2.         Menggerakkan dan mengilhami orang lain;

3.         Membina kedekatan hubungan;

4.         Meyakinkan dan mempengaruhi orang lain; dan

5.         Membuat orang lain merasa nyaman.

Berdasarkan penjelasan tentang kecerdasan emosional di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan mengolah rasa dan emosi, dalam rangka membentuk pribadi yang dapat mengenali dan mengendalikan diri sendiri, juga menciptakan hubungan sosial yang lebih baik dan bermanfaat. Sehingga dalam hal ini juga dapat dikatakan bahwa kecerdasan emosional menuntut individu agar menjadi lebih berperasaan.

B.       Ciri-ciri Utama Pikiran Emosional

Setelah memahami tentang pengertian kecerdasan emosional, di sini akan sedikit dijelaskan terlebih dahulu tentang ciri-ciri utama pikiran emosional, sebagai bagian dari uraian penting di dalamnya. Efendi (2005: 192-194) dengan mengutip uraian Goleman menjelaskan bahwa ciri-ciri utama pikiran emosional sebagai berikut:

1.         Respons pikiran emosional (emotional mind) itu jauh lebih cepat dari pikiran rasional (rational mind). Kecepatan pikiran emosional itu mengesampingkan pemikiran hati-hati dan analitis yang merupakan ciri khas akal yang berpikir (thinking mind). Pikiran emosional itu langsung melompat pada suatu tindakan, tanpa mempertimbangkan apa yang dilakukannya. Penilaian akan perlunya bertindak ini tidak melalui pikiran sadar, melainkan terjadi secara otomatis dan sangat cepat. Pikiran emosional juga dapat membuat penilaian singkat secara naluriah, sehingga bisa menunjukan apa yang harus dicurigai, siapa yang harus dipercaya, siapa yang menderita. Dengan demikian, pikiran emosional dapat menjadi rada terhadap bahaya (radar for danger).

2.         Emosi itu mendahului pikiran. Secara teknis, memuncaknya emosi (the full heat of emotion) itu berlangsung sangat singkat, hanya dalam hitungan detik, bukan dalam hitungan menit, jam atau hari. Dorongan pertama dalam situasi emosional adalah hati (heart’s impulse), bukan dorongan kepala (head’s impulse).

3.         Logika emosional itu bersifat asosiatif. Hal itulah yang menyebabkan mengapa perumpamaan, kiasan, dan gambaran secara langsung ditujukan pada pikiran emosional, demikian juga karya seni seperti novel, film, puisi, lagu, teater dan sebagainya.

4.         Memposisikan masa lalu sebagai masa sekarang. Akal emosional bereaksi terhadap keadaan sekarang, seolah-olah keadaan itu adalah masa lalu. Kesulitannya adalah terutama apabila penilaian itu cepat dan otomatis. Sebab, ada kemungkinan tidak disadarinya sesuatu yang dulu memang terjadi, sekarang tidak terjadi lagi.

Keempat ciri-ciri utama pikiran emosional menunjukan bahwa saat seseorang sudah memasuki suatu keadaan yang “emosional”, maka dimungkinkan sekali apa yang akan terjadi atau yang akan dilakukannya tidak melalui pertimbangan terlebih dahulu, sehingga terjadi secara spontan dan cepat. Oleh karenanya, tentu saja hal yang dilakukan dalam kondisi yang emosional tersebut benar-benar tidak disadari oleh seseorang itu. Misalnya marah, pada saat seseorang sudah pada puncak kemarahannya, maka ucapan kasar dan kotor yang dikeluarkan olehnya dimungkinkan besar tidak disadari olehnya, apalagi jika sudah meningkat kepada kekerasan fisik. Sebab, kalau disadari maka seseroang itu tentu saja lebih memilih untuk tidak melakukannya.

C.      Cara Mengendalikan Emosi

Setelah memahami pikiran-pikiran emosional. Hal yang perlu dibahas kemudian adalah mengenai cara mengendalikan emosi, sebagai upaya mencegah kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi. Cara-cara mengendalikan emosi yang akan dibahas diambil dari keterangan-keterangan Muhammad Utsman Najati, yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Sebenarnya emosi sangat banyak, tetapi emosi yang dijelaskan pada bagian ini hanya dua, yaitu marah dan sedih.

1.         Mengendalian Emosi Marah

Dalam membahas cara mengendalikan marah ini, Najati (2005: 185-186) menjelaskan terlebih dahulu manfaat seseorang apabila berhasil mengendalikan emosi marahnya. Manfaat tersebut yaitu:

a.         Menjaga kemampuan berpikir jernih dan menghasilkan keputusan-keputusan yang benar.

b.        Menjaga keseimbangan tubuh. Seseorang tidak akan mengalami ketegangan fisik yang muncul akibat peningkatan energi yang disebabkan oleh bertambahnya penyaringan gula oleh liver.

c.         Pengendalian emosi marah dan tidak melakukan penyerangan kepada orang lain, baik secara fisik maupun verbal, serta melanjutkan interaksi dengan mereka secara baik dan tenang akan membangkitkan ketengangan pada diri lawan. Hal ini karena pihak lawan akan terdorong untuk memperbaiki diri.

d.        Bermanfaat dalam menjaga kesehatan.

Najati (2005: 186) mengatakan bahwa manfaat luar biasa lainnya yang didapatkan oleh seseorang karena menahan atau mengendalikan amarahnya juga salah satunya tercantum dalam al-Qur’an sebagai berikut:

۞وَسَارِعُوٓاْ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٖ مِّن رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ أُعِدَّتۡ لِلۡمُتَّقِينَ ١٣٣ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلۡكَٰظِمِينَ ٱلۡغَيۡظَ وَٱلۡعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ ١٣٤

Artinya: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa (133). (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan (134). (Q.S. al-Imron: 133-134).

Selanjutnya, beberapa cara yang dapat dilakukan dalam mengendalikan emosi marah, Najati (2004: 122-124) menyebutkannya sebagai berikut:

a.         Menciptakan situasi yang tenang (rileks) untuk melepaskan ketegangannya dengan duduk atau berbaring. Hal ini tergambar dari nasihat Rasulullah kepada para sahabatnya bahwa ketika marah hendaklah duduk, apabila belum reda maka segeralah berbaring. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu Dzar, bahwa Rasulullah bersabda:

إِذَا غَضَبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسُ فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبَ وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعِ

Artinya: “Jika salah seorang di antara kalian marah dan ia dalam posisi beridiri, maka hendaknya ia segera duduk, maka kemarahannya akan hilang. Namun, jika kemarahan itu belum reda, maka hendaknya ia berbaring.”

b.        Berwudhu. Cara lain yang juga efektif dalam mengendalikan emosi maarah adalah dengan berwudhu. Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari ‘Urwah bin Muhammad as-Sa’di r.a., bahwa Rasulullah bersabda:

إِنَّ الْغَضَبَ مِنَ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنَ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأُ

Artinya: “Marah itu berasal dari setan, setan diciptakan dari api. Adapun api dapat dipadamkan dengan air, maka jika seseorang di antara kalian marah, hendaknya segera berwudhu.”

Keterangan tersebut menguatkan kebenaran ilmu kedokteran yang menyatakan bahwa air dingin dapat meredakan tekanan darah karena emosi, sebagaimana air dapat meredakan ketegangan otot dan syaraf. Oleh karenanya, mandi merupakan salah satu cara ampuh untuk mengobati penyakit kejiwaan.

c.         Melakukan aktivitas lain yang dapat mengalihkan seseorang dari sesuatu yang membuatnya marah. Hal ini sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad ketika merespon para sahabat yang sedang marah karena perkataan Abdullah bin Ubay bin Salul usai kembali dari peperangan, beliau memerintahkan para sahabat untuk pergi pada waktu yang biasanya tidak seorangpun pergi, sedangkan perjalanan itu memakan waktu dua hari sehingga mereka kecapean dan akhirnya tertidur serta melupakan perkataan Abdullah bin Ubay tadi, yang sebetulnya selama perjalanan mereka terus memikirkannya. Namun, akhirnya terlupakan juga karena kondisi fisik yang kelelahan.

2.         Mengendalikan Emosi Sedih

Pada kenyataan yang terjadi seseorang akan terpuruk dan hanyut dalam kesedihan ketika dia tidak dapat mengendalikan perasaannya yang sedang bergejolak, sehingga memungkinkan orang tersebut menangis sampai tersedu-sedu bahkan menjerit. Najati (2005: 122) mengatakan bahwa sedih termasuk emosi mengganggu yang dirasakan manusia ketika kehilangan orang yang dicintainya atau sesuatu yang berharga bagi dirinya. Sedih akan menimbulkan perasaan susah dan sumpek pada manusia, sehingga manusia akan senantiasa menghindari dan tidak menyukai perasaan sedih.

Najati (2005: 124) menuturkan bahwa mengendalikan sedih bukan berarti tidak menangis dan tidak merasa bersedih dalam hati atas meninggalnya orang yang dicintai atau kehilangan sesuatu yang berharga baginya. Perasaan sedih adalah perasaan yang umum dimiliki oleh setiap makhluk hidup. Namun, meskipun demikian emosi sedih harus tetap terkendali dan tidak berlebihan. Sebab, sesuatu yang berlebihan itu lebih sering berdampak negatif.

Najati (2005: 123-124) Mengendalikan emosi sedih dapat dilakukan dengan cara:

a.         Mengucapkan Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’uun atau kalimat istighfar. Hal ini sebagaimana yang Ummu Salamah ungkapkan bahwa dirinya pernah mendengar Rasulullah bersabda yang artinya “Tiadalah seorang hamba mendapat musibah seraya memanjatkan, ‘sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan hanya kepada-Nya kami semua kembali’, ya Allah, berilah aku pahala dalam musibahku ini dan gantilah dengan yang lebih baik daripadanya”.

b.        Cara lain dalam mengendalikan emosi sedih adalah dengan tidak menangis secara berlebihan dengan suara keras dan tidak meratap.

Berdasarkan hal tersebut dapat dipahami bahwa perasaan sedih yang muncul memang dibolehkan dirasakan, akan tetapi porsi dalam mewujudkannya harus tetap dalam koridor yang tidak berlebihan. Sebab, Rasulullah juga pernah bersedih dan menangis ketika anaknya bernama Ibrahim sedang menghembuskan nafas terakhirnya.

D.      Urgensi Meningkatkan Kecerdasan Emosional

Pada bagian ini akan dijelaskan urgensi meningkatkan kecerdasan emosional. Acuan yang digunakan adalah penjelasan Efendi (2005: 190) yang mengutip dari ilustrasi Goleman sebagai berikut:

Moor dan Sinkler merupakan siswa SMA Thomas Jefferson, di Brooklyn, Amerika Serikat. Moore siswa kelas tiga dan Sinkler siswa kelas dua. Mereka memiliki teman berumur 15 tahun bernama Khalil Sumter. Moore dan Sinkler sering membully Sumter hampir setiap hari. Oleh karena, sudah merasa jengkel, akhirnya Sumter bertengkar dengan mereka.

Suatu pagi, karena takut dibully dan dipukuli oleh Moore dan Sinkler, Sumter membawa sebuah pistol kaliber 0.38 ke sekolah. Kemudian, lima meter dari seorang penjaga sekolah, ia menembak Moore dan Sinkler di lorong sekolah dari jarak dekat. Akhirnya, keduanya tewas karena tembakan tersebut.

Peristiwa yang betul-betul mengerikan itu kata Goleman, dapat dibaca sebagai tanda sangat dibutuhkannya pelajaran dalam menangani emosi, menyelesaikan pertengkaran secara damai, dan bergaul biasa, (Efendi, 2005: 190). Di sekolah, tidak jarang ada kasus peserta didik berantem (bertengkar) dengan teman sekolahnya, oleh karena tidak diberikan contekan saat ujian atau karena persoalan merebutkan pacar. Bahkan kejadian tersebut terkadang justru berlanjut di luar sekolah yang memberikan dampak yang lebih besar lagi, akibatnya bukan hanya dirinya yang dikenal buruk melainkan keluarga juga sekolahnya. Hal ini harus menjadi perhatian bersama, sehingga kecerdasan emosional dalam belajar merupakan suatu hal penting, yang tidak boleh diabaikan.

Mendalamnya makna kecerdasan emosional akan dapat dipahami apabila sudah sampai pada kesimpulan dibutuhkannya kecakapan dalam menangani emosi, menyelesaikan pertengkaran secara damai, dan bergaul biasa. Inti kecerdasan emosional menurut Goleman adalah pengenalan atau kesadaran diri, yakni kesadaran akan perasaan diri sendiri sewaktu perasaan itu timbul. Menurutnya, bukanlah perhatian yang larut dalam emosi, bereaksi secara berlebihan dan melebih-lebihkan apa yang diserap. Kesadaran diri lebih merupakan modus netral yang mempertahankan refleksi diri bahkan di tengah badai emosi, (Efendi, 2005: 191).

Berdasarkan hal ini, meningkatkan kecerdasan emosional kepada anak sangat penting dilakukan guna membantunya tumbuh menjadi individu yang berkarakter baik dan berjiwa sosial yang tinggi. Kepentingan meningkatkan kecerdasan emosional ini bukan saja menjadi tanggung jawab orang tua di rumah, melainkan juga guru di sekolah. Bahkan, lebih dari itu masyarakat luas pun terlibat di dalamnya. Sehingga, bukan hal yang tidak mungkin akan terwujudnya kehidupan yang harmonis dan damai sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya.

E.       Upaya Meningkatkan Kecerdasan Emosional

Pada bagian ini akan coba dijelaskan upaya meningkatkan kecerdasan emosional, yang dapat diterapkan kepada anak baik di sekolah maupun di rumah.

1.         Upaya Meningkatkan Kecerdasan Emosional di Sekolah

Maksud dari upaya meningkatkan kecerdasan emosional di sekolah adalah berkenaan dengan metode pembelajaran yang digunakan di dalam kelas oleh guru. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing), (Hamalik, 2013: 27). Pengertian tersebut memberikan suatu inspirasi bahwa dalam melaksanakan proses pembelajaran, metode menjadi penting agar perubahan tingkah laku yang dimaksud dapat terwujud. Adapun uraian mengenai metode di sini diusahakan seminimal mungkin guna membatasi pembahasan yang ada. Metode pembelajaran yang dimaksud sebagai berikut:

a.        Metode Problem Based Learning

Metode Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) adalah metode intsruksional yang menantang peserta didik agar berusaha untuk belajar, bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata, (Komalasari, 2013: 59). Berdasarkan pengertian ini dapat dipahami bahwa dalam metode problem based learning ini, peserta didik dihadapkan pada suatu masalah yang coba dihubungkan dengan kenyataan, kemudian didiskusikan bersama teman sekelompoknya untuk dicari solusi dari masalah tersebut.

Proses pembelajaran yang dikemas semacam ini akan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar lebih banyak, sebab bukan hanya pengetahuan yang didapat melainkan juga bekerja sama dalam tim dan memahami teman yang ada dalam kelompoknya. Hal ini tentu saja akan menumbuhkembangkan perasaan peduli peserta didik terhadap temannya, sehingga dengan kata lain jiwa sosial dapat tumbuh secara baik. Oleh karenanya, dalam upaya meningkatkan kecerdasan emosional peserta didik di sekolah metode pembelajaran ini sangat perlu dilaksanakan.

b.        Metode Role Playing

Hamalik (2004: 214) menjelaskan bahwa metode role play (bermain peran) adalah metode pembelajaran dengan cara memberikan peran-peran tertentu kepada peserta didik dan mempraktikannya di dalam kelas. Pengertian ini menginformasikan bahwa metode role play sangat dipengaruhi oleh kerja sama dan keseriusan anggota kelompok dalam memerankan perannya masing-masing.

Menurut penulis, metode ini akan dapat meningkatkan kecerdasan emosional anak, sebab sebelum memainkan perannya masing-masing, anak harus memahami terlebih dahulu karakter yang akan diperankannya. Dari sini, guru menjelaskan terlebih dahulu karakter-karakter yang dimaksud. Peningkatan kecerdasan emosional melalui metode ini terletak pada pemahaman mereka tentang karakter-karakter tersebut, selain itu mereka akan menjadi lebih dekat dan memahami teman sekelompoknya. Hal ini tentu saja akan membuat anak menjadi pribadi yang lebih baik. Mereka akan pandai memilih menjadi seperti karakter apa yang diinginkannya dalam kehidupan sehari-hari.

2.         Upaya Meningkatkan Kecerdasan Emosional dengan Pemanfaatan Perangkat Lunak (Software) Komputer

Lawrence (1997: 320) menjelaskan bahwa untuk mempelajari keterampilan kecerdasan emosional diperlukan syarat-syarat sebagai berikut:

a.         Secara bersamaan merangsang bagian otak emosional dan bagian otak berpikir.

b.        Menyediakan perulangan yang diperlukan untuk mengembangkan jalur-jalur saraf baru.

c.         Menjadikan belajar sebagai proses interaktif, sehingga pengajaran benar-benar dapat disesuaikan dengan gaya belajar yang paling disukai oleh anak.

d.        Unsur pendukungan sudah tersedia dengan sendirinya.

Komputer dengan perkembangan terbaru yang memiliki perangkat lunak multimedia dan internet telah memenuhi syarat-syarat di atas, sehingga software-software yang ada dapat digunakan sebagai alat untuk meningkatkan kecerdasan emosional anak. Perangkat lunak (software) yang dapat digunakan sebagai alat mengajarkan kecerdasan emosional misalnya aplikasi video, game, virtual reality, komik. Aplikasi video bisa digunakan sebagai alat untuk meningkatkan kecerdasan emosional dengan membuat suatu video yang berisi tentang penanaman nilai-nilai dan keterampilan sosial.

Sekarang ini, terlepas dari game yang memberikan dampak negatif banyak juga game komputer yang dapat meningkatkan kecerdasan emosional seseorang. Misalnya saja game-game tentang bermain peran, menolong binatang dan semacamnya.

Hal menarik lainnya adalah program komputer dapat menampilkan kisah-kisah atau dongeng dengan gambar bergerak yang memberikan daya tarik tersendiri bagi seorang anak. Perlu diingat kembali bahwa kondisi tersebut akan menghantarkan anak pada keadaan flow, dimana mereka merasa benar-benar hanyut di dalamnya. Oleh karenanya, tidak ada salahnya memanfaatkan komputer untuk meningkatkan kecerdasan emosional anak, walau tentu saja tetap harus dalam pengawasan orang tua.

BAB III

PENUTUP

A.      Kesimpulan

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang dalam mengolah dirinya, sehingga menjadi pribadi yang tidak mudah menebarkan permusuhan, karena berusaha memberikan rasa nyaman baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Dari sinilah munculnya jiwa sosial yang tinggi, yang mengantarkannya menjadi individu yang mudah bergaul. Istilah Baper (Bawa Perasaan), yang sering digunakan sekarang ini mengarah kepada seseorang tersebut belum mampu mengendalikan emosi yang bergejolak di dalam  dirinya. Sehingga menjadi pribadi yang mudah tersinggung dan sulit menerima kritik dari orang lain. Hal ini tentu saja akan berdampak kepada kemampuannya dalam bersosialisasi dengan orang lain.

Ciri utama pikiran emosional adalah kondisi yang terjadi di luar perkiraan seseorang. Hal ini disebabkan kemunculan pikiran emosional lebih cepat dibandingkan dengan pikiran rasional. Pikiran emosional tidak lagi melalui pertimbangan, melainkan dilakukan secara cepat dan spontan. Sementara pikiran rasional melalui pertimbangan akal, sehingga apa yang dilakukan benar-benar disadari pelakunya.

Kunci dari cara mengendalikan emosi adalah motivasi diri sendiri. Sebab, yang memahami betul tentang kondisi diri adalah diri sendiri. Oleh karenanya, penting sekiranya tetap menjaga kesadaran diri pada saat gejolak emosi berlangsung.

Kecerdasan emosional sangat penting diajarkan kepada anak, agar anak tumbuh menjadi individu yang memili self control, sehingga menjadikannya sebagai individu yang tidak berlebihan dalam terbawa suasana, baik marah, sedih, bahagia atau membenci sesuatu.

Sebenarnya, upaya meningkatkan kecerdasan emosional dapat dilakukan dengan banyak hal. Namun, yang sudah dijelaskan dalam makalah ini, upaya tersebut dapat dilakukan di sekolah dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat saat melaksanakan proses pembelajaran di kelas, juga upaya tersebut dapat dilakukan dengan pemberian atau pelatihan untuk memanfaatkan program-program komputer yang memungkinkan dapat meningkatkan kecerdasan emosional.

B.       Saran

Penulis memahami betul, makalah yang sudah dibuat masih jauh dari sempurna, sehingga membutuhkan kritik yang bersifat membangun dari pembaca, agar senantiasa dilakukan perbaikan pada penulisan selanjutnya. Ketidaksempurnaan itu terlihat baik pada cara penulisan maupun konten yang diuraikan dalam makalan ini.

 

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website

0 comments:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. R U D I N I - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger